TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung kembali memeriksa saksi dugaan suap vonis lepas perkara korupsi minyak goreng di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kali ini, FA selaku Biro Hukum Kementerian Perdagangan yang diperiksa sebagai saksi.
"Total hari ini Jampidsus memeriksa tiga saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi suap terkait penanganan perkara di PN Jakarta Pusat," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 2 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Kejagung juga memeriksa dua hakim dalam perkara tersebut. Hakim yang diperiksa adalah HM, seorang hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan HS, hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini jaksa telah menetapkan 8 orang sebagai tersangka. Empat di antaranya adalah hakim. Mereka adalah mantan wakil ketua PN Jakpus Arif Nuryanta dan majelis hakim yang menangani perkara: Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Tersangka lainnya, mantan panitera PN Jakpus Wahyu Gunawan, dua pengacara dari korporasi Ariyanto dan Marcella Santoso, serta Head of Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei.
Mereka diduga menyuap hakim senilai Rp 60 miliar agar perkara korupsi minyak goreng dijatuhi putusan ontslag van alle rechtsvervolging, yakni terdakwa dinyatakan melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan, namun dibebaskan karena dianggap bukan tindak pidana. Akibatnya, para terdakwa dari Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group dilepaskan dari tuntutan. Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan kasasi atas putusan tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menyebut, penyidik menemukan bukti advokat Marcella dan Ariyanto memberikan suap kepada Arif Nuryanta melalui panitera Wahyu Gunawan. Uang suap itu bertujuan mempengaruhi majelis hakim agar mengeluarkan putusan lepas dalam perkara ekspor minyak sawit mentah.
Vonis ontslag tersebut dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada 19 April 2025. Hakim ketua Djuyamto serta hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharuddin menyatakan para terdakwa korporasi terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan, namun membebaskan mereka karena tidak memenuhi unsur tindak pidana. Majelis juga memerintahkan pemulihan seluruh hak dan kedudukan hukum para terdakwa.