TEMPO.CO, Jakarta - Himpunan Psikologi Indonesia melantik Pengurus Pusat Asosiasi Psikologi Indigenous dan Budaya periode 2024-2028. Kepengurusan asosiasi ini diharapkan bisa mendorong para psikolog berkontribusi dalam pembangunan masyarakat adat di Indonesia.
“Banyak kearifan lokal kita yang mulai ditinggalkan, padahal nilai-nilai tersebut sangat penting dalam menentukan arah kebijakan dan kesejahteraan masyarakat adat,” kata Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Andik Matulessy dikutip dari keterangan tertulis, Ahad, 25 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Andik, sudah saatnya psikolog menggunakan pendekatan budaya dan kearifan lokal yang ada di tengah masyarakat. Dia juga menekankan agar asosiasi ini dapat menjadi penggerak dan mengembangkan pendekatan psikologi dalam mengkaji persoalan budaya di Indonesia yang sangat beragam.
Ketua Asosiasi Psikologi Indigenous dan Budaya Sri Lestari berkomitmen menjadikan asosiasi yang dia pimpin sebagai ruang kolaborasi lintas disiplin, terutama dalam menjembatani ilmu psikologi dengan kehidupan masyarakat adat. “Kami ingin berkontribusi dalam pengembangan keilmuan sekaligus kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan berbasis nilai-nilai lokal,” ujar guru besar psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta ini.
Muhammad Tamar selaku penasihat asosiasi mengatakan kehadiran asosiasi ini diharapkan bisa menjadi wadah psikolog untuk memahami realitas masyarakat Indonesia secara utuh. Dia menekankan bahwa psikologi harus lebih banyak menyerap inspirasi dari komunitas masyarakat adat.
“Nilai kesejahteraan masyarakat adat di Papua tentu berbeda dengan yang berlaku di Jakarta. Itu sebabnya kita perlu pendekatan yang berakar dari budaya setempat,” katanya.
Untuk menunjang program-programnya, Asosiasi Psikologi Indigenous dan Budaya akan bergerak di empat sektor. Pertama yaitu Pengembangan Organisasi, Humas dan Kerja Sama, Kajian dan Publikasi, serta Penelitian dan Pengembangan.
Keempat bidang ini akan mengelola berbagai inisiatif yang bersifat strategis, edukatif, dan aplikatif—terutama dalam menjangkau dan memperkuat masyarakat adat. Asosiasi ini juga membentuk struktur Koordinator Wilayah guna memperluas jangkauan program ke seluruh Indonesia.
Terdapat tiga koordinator wilayah yang dibentuk yaitu Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, serta Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. “Struktur ini menunjukkan komitmen asosiasi untuk tidak hanya berpusat di kota-kota besar, melainkan hadir langsung mendampingi komunitas di daerah,” ujar Tamar.
Dalam struktur kepengurusannya, terdapat dua akademisi dari Departemen Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang dilantik. Mereka yaitu Rani Armalita sebagai Koordinator Wilayah Sumatera dan Sartana sebagai Koordinator Bidang Humas dan Kerja Sama.
Dengan dilantiknya kepengurusan ini, Tamar berhadar asosiasi ini mampu menjadi jembatan antara keilmuan psikologi dan kekayaan budaya lokal Indonesia. “Dengan peran strategis dalam mendukung kesejahteraan masyarakat adat melalui pendekatan yang lebih manusiawi, kontekstual, dan berkeadilan budaya,” ujarnya.