Beda Pandangan KPK dan Kejagung Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara

14 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Undang-undang BUMN yang baru diteken Presiden Prabowo pada 24 Februari 2025, menempatkan direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara bukan lagi sebagai penyelenggara negara, sehingga KPK tidak bisa lagi mengusut jika terjadi dugaan korupsi.

Hal ini karena KPK sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 11 ayat 1, hanya bisa mengusut dugaan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto juga menyatakan karena KPK merupakan pelaksana UU, maka penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi tidak boleh keluar dari aturan yang ada, termasuk mengenai direksi maupun komisaris BUMN dalam UU BUMN.

“Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani,” katanya seperti dikutip Antara, Jumat, 2 Mei 2025.

Namun Kejaksaan Agung punya pendapat berbeda. Kepala Pusat Penerangan Hukum Harli Siregar mengatakan direksi atau komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap bisa disidik bila ada dugaan melakukan korupsi meski dalam Undang-Undang BUMN disebutkan sudah bukan bagian dari penyelenggara negara.

“Selagi ada fraud dan indikasi aliran dana negara, bisa. Itu dasarnya. ” ujarnya di Jakarta, Senin, 5 Mei 2025.

Fraud yang dimaksud Harli adalah persekongkolan atau pemufakatan jahat. Ia mencontohkan dalam penyertaan modal negara atau PMN, kemudian ditemukan ada penyelewenangan maka direksi maupun komisaris BUMN tetap bisa diusut.

Dalam UU BUMN yang ditetapkan 24 Februari 2025, disebutkan dalam Pasal 3X ayat 1 bahwa Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.

Kemudian pada Pasal 9G, disebutkan bahwa Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Dalam penjelasan Pasal 9G disebutkan bahwa Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.

Adapun KPK tengah mengkaji dampak UU BUMN. Kajian ini dibutuhkan karena berdasarkan Pasal 9G UU tersebut, anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan lagi penyelenggara negara.

"Untuk melihat bagaimana kaitannya undang-undang tersebut dengan dengan tugas, fungsi dan kewenangan KPK," ucap anggota tim juru bicara KPK Budi Prasetyo, Senin, 5 Mei 2025.

KPK tunduk pada UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 11 ayat 1: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang: a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Yang dimaksud penyelenggara negara dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, ada pada Pasal 1 ayat 2: penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Budi mengatakan, dalam kajian nanti KPK juga akan memperhatikan peraturan lain seperti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hingga UU yang membahas tentang Keuangan Negara. "Termasuk Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," katanya. 

M. Raihan Muzakki, Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Parenting |