Saat ini Indonesia tengah memasuki musim kemarau dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berpotensi terjadi.
30 April 2025 | 20.28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau seluruh elemen masyarakat, pemerintah daerah, dan stakeholder terkait untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang diprediksi meningkat selama musim kemarau 2025.
Dengan risiko karhutla yang mulai muncul di berbagai wilayah, pencegahan sejak dini menjadi langkah paling efektif untuk menghindari kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, hingga dampak kesehatan masyarakat.
“Saat ini Indonesia tengah memasuki musim kemarau dan karhutla berpotensi terjadi. Seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat luas perlu melakukan aksi mitigasi untuk mengurangi risiko dan dampak dari karhutla," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Apel Kesiapsiagaan Nasional Karhutla di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, Selasa, 29 April 2025.
Dwikorita mengatakan BMKG memprediksi awal musim kemarau 2025 akan terjadi secara bertahap mulai akhir April hingga Juni di sebagian besar wilayah, dengan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada periode Juni–Agustus. Sifat kemarau diprediksi didominasi kondisi normal (sekitar 60 persen), namun 26 persen wilayah berpotensi mengalami kemarau atas normal (lebih basah) dan 14 persen bawah normal (lebih kering).
Sementara itu, lanjut dia, pada periode April-Mei 2025 risiko karhutla umumnya rendah, namun beberapa area di Riau, Sumatera Utara, dan NTT mulai menunjukkan risiko menengah hingga tinggi. Adapun bulan Juni 2025, peningkatan signifikan risiko karhutla terjadi di wilayah Riau (41,5 persen wilayah berisiko tinggi), Sumatera Utara, Jambi, dan sekitarnya.
Sedangkan bulan Juli-September risiko karhutla meluas ke Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua. NTT, NTB, Papua Selatan, Kalimantan Selatan, serta Bangka Belitung menjadi wilayah dengan potensi risiko tertinggi, dan Oktober risiko karhutla diprediksi tetap tinggi di NTT, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
"Khusus wilayah Riau, secara alamiah berpotensi mengalami dua kali musim kemarau, yakni pada Februari–Maret dan kembali pada Mei hingga Agustus, yang diprediksi menjadi puncak kemarau. Kondisi ini menyebabkan provinsi ini lebih sering mengalami hotspot dibanding wilayah lain. Bahkan meski tanpa pembakaran, potensi kebakaran tetap ada karena faktor angin dan gesekan ranting. Maka prediksi berbasis data sangat penting untuk mitigasi,” ujar Dwikorita.
Sebagai bentuk antisipasi, BMKG bersama BNPB dan pemerintah daerah mendorong upaya-upaya pembasahan lahan, upaya-upaya mempertahankan tinggi muka air di lahan, dan pengisian embung-embung serta kanal dengan memanfaatkan hujan yang masih ada saat periode transisi menjelang musim kemarau. Upaya penguatan lainnya juga dilakukan dalam bentuk penyiagaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), patroli udara, serta pengawasan lapangan secara berkala, khususnya di wilayah Riau yang saat ini telah berstatus siaga darurat karhutla.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan, yang memimpin apel, menyebutkan bahwa berdasarkan data BMKG sudah terdeteksi 144 titik api dan sekitar 81 hektare lahan terbakar di Riau hingga akhir April 2025.
“Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar semua pihak menjaga agar karhutla tidak meluas. Ini menyangkut nama baik Indonesia, kesehatan masyarakat, dan kestabilan kawasan,” ujarnya.
Apel ini, tambah Budi, merupakan bentuk mitigasi bencana karhutla sejak awal agar mudah ditanggulangi. Menurutnya, pencegahan adalah cara paling efektif dibandingkan upaya-upaya untuk memadamkan api setelah membesar. Sebagai langkah konkret, Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) juga akan dilakukan di Provinsi Riau mulai 1 Mei mendatang, water bombing, pengisian embung, kanal, parit, dan melakukan patroli helikopter secara berkala.
Lebih lanjut, Dwikorita mengajak seluruh pihak untuk memanfaatkan informasi prediksi iklim dan potensi karhutla yang tersedia melalui situs resmi BMKG, termasuk data kualitas udara dan titik panas yang diperbarui setiap jam.
“BMKG berkomitmen untuk terus memantau perkembangan iklim dan potensi karhutla serta menyampaikan informasi terkini kepada masyarakat dan pihak terkait demi mencegah dampak buruk yang mungkin terjadi. Dengan data yang akurat dan tindakan yang cepat, kita bisa mencegah bencana besar,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PODCAST REKOMENDASI TEMPO