TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan akan segera membahas penyusunan regulasi berupa Undang-Undang (UU) Transportasi Online. Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, mengungkapkan hal tersebut usai menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan perwakilan asosiasi pengemudi ojek online (ojol) di Gedung Parlemen, Rabu, 21 Mei 2025.
Langkah ini muncul sebagai respons atas beragam unjuk rasa yang dilakukan para pengemudi ojol dalam beberapa waktu terakhir. Tuntutan utama yang disuarakan antara lain adalah pengurangan potongan biaya oleh aplikator, serta pengakuan sebagai pekerja tetap yang memiliki perlindungan hukum. Aksi terbaru dilangsungkan sehari sebelumnya, Selasa, 20 Mei 2025, di mana ribuan pengemudi turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tidak usah khawatir, kami akan melibatkan semua stakeholder dalam pembahasan Undang-Undang ini (UU Transportasi Online) nantinya,” ujar Lasarus.
Alasan dan Urgensi Pembentukan UU
Selama ini, keberadaan transportasi berbasis aplikasi seperti ojek online hanya diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan, yang dinilai belum cukup kuat secara hukum. Ojek online bahkan masih dianggap ilegal menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, mengatakan bahwa pengemudi ojol membutuhkan pengakuan hukum yang spesifik dan mengikat. “Dibutuhkan Undang-Undang yang secara eksplisit mengatur transportasi berbasis aplikasi. Dengan begitu, posisi hukum pengemudi ojol akan lebih kuat dan pelanggaran oleh aplikator bisa dikenakan sanksi,” ujarnya.
Menurut Igun, tanpa UU khusus, perusahaan aplikasi kerap bertindak sewenang-wenang karena lemahnya dasar hukum yang mengatur hubungan kerja dan perlindungan terhadap mitra pengemudi.
Pemetaan Kewenangan Lintas Komisi dan Kementerian
Lasarus menjelaskan bahwa isu transportasi online mencakup lintas sektor, tidak hanya menjadi domain Komisi V dan Kementerian Perhubungan. Sistem aplikasi berada dalam ranah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komisi I), hubungan kerja menyangkut Kementerian Ketenagakerjaan (Komisi IX), dan sistem pembayaran terkait Otoritas Jasa Keuangan (Komisi XI). Oleh karena itu, penyusunan UU kemungkinan akan melibatkan Panitia Khusus (Pansus) DPR.
Ia juga membuka kemungkinan untuk melibatkan Kementerian Perindustrian jika regulasi nantinya mengatur spesifikasi teknis kendaraan ojol. “Kami akan konsultasikan dengan semua pihak agar UU ini tidak berat sebelah dan benar-benar menjawab kebutuhan publik,” ucapnya.
Proses Legislasi Dimulai
Meski saat ini belum termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Komisi V DPR RI telah berkomitmen untuk segera menyusun naskah akademik dan merumuskan draf RUU. Setelah itu, naskah akan diajukan ke Badan Legislasi DPR sebelum dibawa ke sidang paripurna untuk ditetapkan sebagai bagian dari Prolegnas.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, sebelumnya juga menyatakan dukungan penuh terhadap pembentukan RUU Transportasi Online. Ia menegaskan, keputusan tersebut lahir dari pertimbangan atas dinamika yang terus berkembang terkait sektor transportasi daring serta banyaknya masukan dari para pengemudi ojol.
“Komisi V akan menggelar rapat untuk mendengarkan aspirasi langsung dari perwakilan pengemudi ojol. Harapannya, RUU ini benar-benar mengakomodir kepentingan semua pihak,” ujar Dasco pada Selasa, 20 Mei 2025.