ringkasan
- Doomscrolling adalah kebiasaan membaca berita negatif berlebihan di internet yang muncul sejak 2020 dan berdampak signifikan pada kesehatan mental.
- Brain rot merupakan kondisi penurunan kemampuan kognitif akibat konsumsi informasi dangkal dan ketergantungan teknologi yang berlebihan.
- Meskipun doomscrolling dapat memicu brain rot, keduanya berbeda di mana doomscrolling fokus pada perilaku konsumsi berita negatif, sementara brain rot pada kondisi kognitif.
Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, di era digital yang serba cepat ini, kita sering kali terpapar berbagai informasi tanpa henti. Namun, di balik kemudahan akses tersebut, ada fenomena digital yang patut diwaspadai karena dampaknya terhadap kesehatan mental dan kognitif kita. Dua di antaranya adalah Doomscrolling and Brain Rot: What Are They? yang semakin relevan di tengah banjir informasi.
Dilansir dari berbagai sumber, istilah 'doomscrolling' pertama kali mencuat sekitar tahun 2020, bertepatan dengan masa pandemi COVID-19 yang penuh ketidakpastian. Kebiasaan ini merujuk pada perilaku terus-menerus membaca berita negatif di internet atau media sosial, seolah tak bisa berhenti. Sementara itu, 'brain rot' menggambarkan kondisi penurunan kemampuan berpikir kritis akibat penggunaan teknologi yang berlebihan dan konsumsi informasi dangkal.
Meskipun keduanya berkaitan erat dengan penggunaan teknologi, doomscrolling dan brain rot memiliki fokus serta dampak yang berbeda. Memahami kedua fenomena ini menjadi krusial agar Sahabat Fimela dapat menjaga kesehatan mental dan fungsi kognitif di tengah hiruk pikuk dunia maya. Mari kita selami lebih dalam apa sebenarnya doomscrolling dan brain rot, serta bagaimana cara menghadapinya.
Anatomi Doomscrolling: Mengapa Kita Terjebak Berita Negatif?
Doomscrolling adalah kebiasaan menghabiskan waktu berlebihan untuk membaca berita, terutama berita negatif, di internet dan media sosial. Perilaku ini sering kali didorong oleh berbagai faktor psikologis yang kompleks. Salah satunya adalah bias negatif, yaitu kecenderungan alami manusia untuk lebih memperhatikan informasi yang buruk atau mengancam.
Selain itu, fear of missing out (FOMO) juga berperan besar, membuat kita merasa harus selalu mengikuti perkembangan terbaru, bahkan jika itu berita buruk. Peningkatan kecemasan di tengah ketidakpastian global juga memicu keinginan untuk terus mencari informasi, seolah dengan mengetahui lebih banyak, kita bisa mengendalikan situasi. Namun, ironisnya, perilaku ini justru memperburuk kecemasan.
Dampak doomscrolling terhadap kesehatan mental sangat signifikan. Perilaku ini dapat menyebabkan peningkatan stres, ketakutan, depresi, dan perasaan terisolasi. Intensitas dampaknya bervariasi pada setiap individu, tetapi secara umum, doomscrolling mampu memperburuk masalah kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, mengenali tanda-tanda doomscrolling sangat penting untuk menjaga kesejahteraan diri.
Memahami Brain Rot: Ketika Otak Terbiasa Informasi Instan
Berbeda dengan doomscrolling yang berfokus pada perilaku konsumsi berita, brain rot atau 'pembusukan otak' adalah kondisi penurunan kemampuan kognitif. Kondisi ini mencakup penurunan kemampuan analisis, memori, dan daya ingat akibat penggunaan teknologi yang berlebihan. Gejala brain rot meliputi kesulitan berkonsentrasi, mengingat informasi penting, berpikir kritis, dan mengambil keputusan yang kompleks.
Stres, kecemasan, dan ketergantungan pada teknologi juga menjadi ciri khas dari brain rot. Kondisi ini terjadi karena otak terbiasa dengan informasi yang dangkal dan instan, seperti konten media sosial yang cepat berlalu. Akibatnya, otak kesulitan memproses informasi yang lebih kompleks dan membutuhkan konsentrasi jangka panjang, yang merupakan fondasi dari kemampuan kognitif yang sehat.
Penurunan fungsi kognitif ini dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari produktivitas kerja hingga interaksi sosial. Penting bagi Sahabat Fimela untuk menyadari bahwa brain rot bukan hanya sekadar istilah gaul, melainkan kondisi nyata yang membutuhkan perhatian serius. Mengatasi brain rot memerlukan perubahan kebiasaan digital yang signifikan dan konsisten.
Perbedaan, Pencegahan, dan Solusi untuk Kesehatan Digital
Meskipun keduanya terkait dengan penggunaan teknologi berlebihan, doomscrolling berfokus pada konsumsi berita negatif yang berdampak pada kesehatan mental, sementara brain rot menekankan pada penurunan kemampuan kognitif akibat konsumsi informasi dangkal dan ketergantungan teknologi secara umum. Doomscrolling dapat menjadi salah satu faktor penyebab brain rot, tetapi brain rot dapat terjadi tanpa adanya doomscrolling. Doomscrolling lebih spesifik pada perilaku, sedangkan brain rot lebih pada kondisi kognitif.
Untuk mengatasi kedua fenomena ini, ada beberapa langkah proaktif yang bisa Sahabat Fimela lakukan:
- Mengurangi konsumsi konten instan dan beralih ke sumber informasi yang lebih mendalam.
- Meningkatkan aktivitas yang melatih otak, seperti membaca buku, belajar bahasa baru, atau memecahkan teka-teki.
- Berlatih mindfulness dan meditasi untuk meningkatkan fokus dan mengurangi kecemasan.
- Membatasi multitasking saat menggunakan perangkat digital.
- Menjaga pola tidur yang cukup dan kesehatan fisik secara keseluruhan.
- Menghabiskan lebih banyak waktu di dunia nyata, berinteraksi langsung dengan orang lain dan melakukan hobi di luar layar.
Jika gejala brain rot atau dampak doomscrolling mulai mengganggu kehidupan sehari-hari, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan profesional medis atau psikolog. Mereka dapat memberikan panduan dan dukungan yang tepat untuk membantu Sahabat Fimela memulihkan kesehatan mental dan kognitif. Prioritaskan kesejahteraan digital Anda untuk hidup yang lebih seimbang dan produktif.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.