Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, dalam banyak keluarga, tanpa disadari, sering ditemukan peran orangtua yang terbagi menjadi dua: satu yang dikenal anak sebagai “yang galak” dan satu lagi sebagai “yang baik hati”. Misalnya, ketika anak takut dimarahi oleh ayah, tapi dengan mudah merengek ke ibu untuk minta izin main—maka di situlah pola asuh good cop–bad cop mulai terbentuk.
Biasanya, salah satu orangtua cenderung lebih santai, pengertian, dan fleksibel, sementara pasangannya akan lebih tegas, disiplin, dan kaku terhadap aturan. Meskipun konteksnya untuk saling melengkapi, namun jika peran ini terus berlangsung tanpa komunikasi yang jelas, bisa-bisa anak tumbuh bingung tentang siapa yang harus didengarkan, mana aturan yang sebenarnya berlaku, bahkan hingga memihak pada salah satu.
Oleh karena itu, dalam artikel ini Fimela akan mengulas informasi seputar good cop–bad cop yang harus kamu ketahui—dilansir dari ipeka.org dan timesofindia.indiatimes.com.
Apa Itu Pola Asuh Good Cop–Bad Cop?
Seperti yang ditulis pada paragraf awal, dalam gaya parenting ini, salah satu orangtua berperan sebagai good cop yang cenderung lebih santai, menyenangkan, rileks, dan terkesan santai terhadap anak. Sementara itu, pasangannya mengambil peran bad cop, yang jauh lebih tegas, kurang ramah, dan berperan sebagai penegak aturan.
Perlu dicatat bahwa peran ini tidak selalu muncul secara alami dari kepribadian orangtua. Terkadang, seseorang “terpaksa” menjadi bad cop karena pasangannya lebih santai atau kurang tegas dalam hal tanggung jawab.
Bagaimana Pola Asuh Ini Bekerja?
Strategi good cop–bad cop bekerja dengan menciptakan keseimbangan antara kedisiplinan dan kasih sayang. Ketika anak mendapat batasan dari bad cop, mereka belajar tentang tanggung jawab dan aturan. Di sisi lain, good cop hadir memberi dukungan emosional dan penguatan positif, seperti pujian atau hadiah kecil setelah anak mengikuti aturan yang dibuat.
Pola ini membantu anak memahami bahwa disiplin tak selalu berarti hukuman, tapi bisa membawa hasil yang menyenangkan. Namun, efektivitas strategi ini sangat bergantung pada komunikasi dan konsistensi antar orangtua.
Jika tidak ada kesepakatan dasar dan justru saling bertolak belakang, anak bisa bingung dan belajar memanipulasi situasi. Misalnya, mereka mungkin berpikir cukup mengadu ke good cop agar aturan dari bad cop dibatalkan. Pada akhirnya, hal ini bisa memicu konflik peran, melemahkan otoritas salah satu pihak, bahkan merusak dinamika keluarga.
Kelebihan Strategi Good Cop & Bad Cop
1. Anak Terbiasa Taat pada Aturan: Melalui pendekatan ini, anak diajarkan pentingnya mengikuti aturan. Bad cop memastikan aturan tidak mudah dilanggar, sementara good cop memberi penjelasan kenapa aturan itu penting. Hasilnya, anak lebih paham nilai-nilai dan disiplin.
2. Membantu Anak Lebih Patuh dan Tegas: Strategi ini membantu menanamkan sikap patuh sekaligus berani bersikap, kualitas penting yang akan berguna ketika mereka berinteraksi di luar rumah—sejalan dengan nilai-nilai seperti ketaatan dan rasa hormat.
3. Membangun Kepercayaan Anak: Anak bisa merasa nyaman mencurahkan isi hati dan mencari dukungan dari orangtua yang berperan sebagai good cop, untuk mempererat ikatan kepercayaan antara anak dan orangtua.
Kekurangan Strategi Good Cop & Bad Cop
1. Anak Memihak Salah Satu Orangtua: Anak cenderung lebih dekat dengan good cop, yang bisa mengganggu dinamika keluarga dan membuat otoritas bad cop melemah.
2. Anak Jadi Punya Orangtua Favorit: Pola ini bisa menumbuhkan rasa lebih menyukai salah satu dibanding yang lain—yang bisa berpotensi merusak hubungan antar anggota keluarga.
3. Anak Bingung Menentukan Prioritas: Pembagian peran seperti ini bisa membuat anak sulit membedakan mana yang benar dan salah—terutama jika pesan dari kedua orangtua tidak konsisten atau saling bertentangan.
Jadi, Haruskah Diterapkan?
Pola good cop–bad cop tidak sepenuhnya salah, namun perlu dijalankan dengan kesadaran, komunikasi terbuka, dan konsistensi. Kunci keberhasilannya terletak pada kerja sama antara orangtua dalam menyampaikan pesan yang sejalan, meski pendekatannya berbeda.
Anak tidak hanya butuh disiplin atau kelembutan secara terpisah—mereka butuh keduanya secara seimbang, dari sosok orangtua yang kompak. Karena pada akhirnya, yang paling dibutuhkan anak bukan siapa yang galak atau baik, tapi siapa yang hadir dengan cinta dan konsistensi.
Sahabat Fimela, itulah informasi seputar good cop–bad cop parenting yang perlu kamu ketahui. Ingat bahwa apapun jenis parenting yang dilakukan, kebahagiaan anak adalah hal yang paling penting.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.