Mungkinkah Pemakzulan Gibran Bergulir di Parlemen?

12 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Tuntutan pemakzulkan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terus menggelinding. Setelah Forum Purnawirawan TNI, kini Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa Magelang Raya atau Ampera yang menyampaikan tuntutan pemakzulkan Gibran .

Tuntutan tersebut disampaikan Ampera dalam aksi damai di Alun-alun Kota Magelang pada Jumat, 2 Mei 2025. Wakil Ketua Panitia Aksi Ampera Priyo Waspodo mengatakan aksi damai yang mereka lakukan merupakan bentuk dukungan masyarakat Magelang terhadap tuntutan pemakzulan Gibran yang sebelumnya disampaikan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami merasa terwakili oleh beliau-beliau dalam delapan pernyataan sikap itu," kata Priyo saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 3 Mei 2025.

Forum purnawirawan telah menyampaikan sikap politiknya kepada pemerintahan Prabowo Subianto. Pernyataan sikap itu tertuang dalam delapan butir tuntutan forum yang salah satunya menuntut pemakzulan Gibran.

Mayor Jenderal (Purn) Sunarko yang membacakan pernyataan sikap mengatakan seluruh tuntutan yang disampaikan forum merupakan suara hati prajurit dan masyarakat sipil terhadap situasi dan kondisi negara saat ini. "Semua tuntutan murni suara hati," kata Sunarko.

Ia menjelaskan, tuntutan memakzulkan Gibran dari jabatannya dilatari dari pelanggaran etika di Mahkamah Konstitusi, yang memberi karpet untuk mantan Wali Kota Solo itu menjadi calon wakil presiden. 

Kala itu, kata Sunarko, usia Gibran yang tak memenuhi syarat pencalonan dibukakan jalan dengan cara mengajukan gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.

Proses penanganan perkara putusan Mahkamah Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu dianggap bermasalah secara etika lantaran adanya cawe-cawe Anwar Usman selaku Paman Gibran yang menjabat Ketua Mahkamah saat itu. Dalam putusan tersebut, Anwar Usman mengabulkan penurunan syarat usia calon presiden-wakil presiden.

Putusan tersebut memuluskan jalan Gibran menjadi wakil presiden. "Putusan MKMK membuktikan adanya pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman dalam putusan 90/PUU," kata Sunarko. Sehingga, menurut dia, Gibran maju pada pemilihan presiden 2024 bukan dengan cara yang sahih.

Karenanya, kata dia, forum purnawirawan berharap Presiden Prabowo Subianto dan legislator di DPR dapat membuka mata terhadap tuntutan yang disampaikan, terutama mengenai persoalan bangsa dan negara sampai pemakzulan Gibran.

"Kami berharap ada pertimbangan dan sikap dari pemerintah dan DPR terhadap apa yang kami usulkan," ujar mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu.

Mekanisme Pemakzulan

Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Yance Arizona mengatakan pemberhaentian presiden atau wakilnya dapat dilakukan dengan melalui mekanisme pemakzulan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 7a UU tersebut, kata dia, mengatur syarat pemberhentian presiden atau wakilnya, yaitu harus terbukti melakukan pelanggaran hukum; pengkhianatan terhadap negara; melakukan perbuatan tercela; hingga tidak lagi memenuhi syarat.

Kemudian, Yance melanjutkan, Pasal 7b Undang-Undang Dasar mengatur mekanisme pemakzulan, yaitu usul pemberhentian presiden atau wakilnya dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR.

Masalahnya, kata Yance, dalil yang disampaikan forum purnawirawan belum cukup kuat secara hukum untuk diusulkan kepada DPR dalam upaya membentuk panitia angket.

"Apalagi, kalau kita lihat saat ini mayoritas fraksi partai adalah pendukung Prabowo-Gibran," kata Yance.

Dihubungi terpisah, guru besar hukum tata negara dari Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti, berpendapat serupa dengan Yance. Ia mengatakan tuntutan pemakzulan Gibran akan amat bergantung pada bagaimana sikap DPR.

Sebab, dia menjelaskan, Pasal 7b ayat (3) UUD menyebutkan, pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna.

Dari delapan fraksi partai di DPR, kata Susi, hanya fraksi PDIP saja yang belum menyatakan sikap politiknya terhadap pemerintahan, baik sebagai pendukung maupun partai di luar pemerintahan.

"Biarpun PDIP memiliki jumlah legislator terbanyak saat ini, persetujuan dari fraksi lain amat dibutuhkan untuk menindaklanjuti tuntutan para purnawirawan," kata dia.

Merujuk Pasal 7b ayat (4), setelah 2/3 anggota DPR menyepakati tuntutan pemakzulan, usulan mesti disampaikan kepada Mahkamah dalam rangka memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden atau wakilnya paling lama 90 hari setelah usulan diterima Mahkamah.

Susi menjelaskan, apabila Mahkamah memutuskan terdapat pelanggaran, maka hasil sidang akan disampaikan kepada DPR untuk dihelat sidang paripurna yang kemudian diteruskan kepada MPR agar digelar sidang istimewa.

Di MPR, kata dia, akan dihelat rapat untuk memberhentikan presiden atau wakilnya. Pengambilan keputusan harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 anggota dan disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir.

"Prosesnya sangat panjang," ujar Susi.

Sikap Fraksi Partai di DPR

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menghormati delapan tuntutan forum purnawirawan TNI. Namun, kata dia, khusus poin pemakzulan Gibran tidak dapat serta merta dilakukan, terdapat aturan konstitusi yang wajib dipenuhi terlebih dahulu.

Pun, mengenai dalil forum yang menilai Gibran melakukan pelanggaran hukum, penilaian itu telah diputuskan Mahkamah dengan menyatakan pencalonan Gibran sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Jadi, tidak usah melihat ke belakang. Legitimasi masyarakat sudah memilih," kata Doli.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Komarudin Watubun menilai, tuntutan para purnawirawan mesti ditanggapi serius oleh presiden. 

Alasannya, kata dia, tuntutan tersebut disampaikan dengan mempertimbangkan kondisi bangsa dan negara saat ini, serta kondisi geopolitik di kemudian hari yang akan menjadi bagian tanggung jawab dan tugas dari seorang wakil presiden. 

"Presiden harus menanggapi dengan melakukan kajian terhadap tuntutan, harus dikaji dari aspek konstitusi," kata Komarudin di komplek Parlemen, Senin, 28 April 2025.

Jamal Abdun Nashr dari Magelang berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: DPRD Depok Usul Pembentukan 3 BUMD Baru

Read Entire Article
Parenting |