Alasan Menkes Wajibkan Skrining Psikologis untuk Dokter PPDS

2 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, Menteri Kesehatan atau Menkes Budi Gunadi Sadikin menetapkan aturan baru yang mewajibkan para peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjalani pemeriksaan psikologis setiap enam bulan sekali. Dirangkum dari Antara yang dimuat pada Senin, 21 April 2025, kebijakan ini dibuat untuk memantau kesehatan mental para dokter muda secara rutin dan memperbaiki sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

Dalam konferensi pers bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi di Jakarta, Menkes Budi menjelaskan bahwa banyak kasus bermasalah yang melibatkan peserta PPDS akhir-akhir ini, yang tidak hanya merugikan para peserta didik tetapi juga masyarakat luas. Karena itu, Kemenkes berkomitmen melakukan perbaikan yang serius, terstruktur, dan nyata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain pemeriksaan psikologis, Menkes juga mengusulkan adanya forum rutin untuk bertemu langsung dengan para peserta PPDS guna memantau kondisi mental dan fisik mereka. Ia juga meminta para direktur rumah sakit pendidikan untuk secara langsung bertemu dan memantau kesehatan para peserta, serta segera memberikan bantuan jika ditemukan masalah atau risiko yang mengancam.

Apa itu Skrining Psikologis

Menurut Medline Plus, skrining psikologis adalah serangkaian pertanyaan yang diajukan untuk membantu tenaga medis memeriksa kesehatan mental seseorang. Lewat pertanyaan-pertanyaan ini, dokter bisa memahami suasana hati, cara berpikir, perilaku, dan ingatan pasien. Pemeriksaan ini penting untuk mendeteksi masalah kesehatan mental sejak awal.

Jika ada tanda-tanda gangguan, biasanya akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan jenis gangguan yang dialami. Gangguan mental juga dikenal sebagai penyakit mental, sehingga pemeriksaan ini kadang disebut tes psikologi atau tes penyakit mental.

Tujuan Skrining Psikologis

Pemeriksaan kesehatan mental biasanya dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui apakah seseorang mengalami masalah psikologis. Dikutip dari laman Medlineplus.gov, pemeriksaan ini sering menjadi bagian dari pemeriksaan rutin. Tes skrining ini bertujuan untuk melihat apakah seseorang:

- Berisiko mengalami gangguan mental

- Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan kondisi mentalnya

- Membutuhkan penanganan segera sebelum diagnosis lengkap dilakukan

Selain itu, pemeriksaan kesehatan mental juga berguna untuk memantau apakah pengobatan yang dijalani sudah efektif atau belum. Dengan cara ini, kesehatan mental seseorang bisa terjaga dengan lebih baik.

Menurut informasi dari Kementerian Kesehatan, pemeriksaan kesehatan mental biasanya dilakukan minimal sekali dalam setahun. Namun, untuk para peserta PPDS, Menteri Kesehatan mewajibkan pemeriksaan ini dilakukan setiap enam bulan sekali. Hal ini karena beban kerja mereka sangat berat, sehingga pemeriksaan yang rutin diperlukan agar kondisi psikologis mereka tetap terjaga dan tidak terlalu tertekan.

Selain itu, ditulis di Antara, Menteri Budi juga menekankan pentingnya tes psikologis sejak awal proses rekrutmen. Tujuannya adalah untuk memastikan calon dokter spesialis memiliki kondisi mental yang baik, sehingga mereka bisa menjalani pendidikan dengan lancar dan nantinya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Menteri Budi juga meminta agar proses rekrutmen dilakukan secara transparan dan adil, tanpa adanya intervensi atau rekomendasi khusus yang bisa menyebabkan salah pilih calon dokter spesialis. Dengan begitu, kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan bisa terus meningkat.

Jenis Gangguan Jiwa

Menurut informasi dari situs Kemenkes Makassar, gangguan jiwa itu ada berbagai macam, antara lain:

1. Gangguan suasana hati, seperti depresi, gangguan bipolar, gangguan afektif musiman (biasanya muncul saat musim tertentu), dan kecenderungan menyakiti diri sendiri.

2. Gangguan kecemasan, contohnya serangan panik, rasa takut berlebihan (fobia), dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Gangguan kecemasan ini cukup sering dialami oleh anak-anak.

3. Gangguan makan, seperti anoreksia (kehilangan nafsu makan secara ekstrim) dan bulimia (makan berlebihan lalu memuntahkan makanan).

4. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), yaitu gangguan yang membuat seseorang sulit fokus dan hiperaktif. Ini juga sering terjadi pada anak-anak dan bisa berlanjut sampai dewasa.

5. Gangguan stres pasca trauma (PTSD), yang muncul setelah seseorang mengalami kejadian traumatis.

6. Gangguan kepribadian, yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku.

7. Gangguan akibat penggunaan zat, seperti kecanduan alkohol dan narkoba.

8. Gangguan psikotik, contohnya skizofrenia, yang membuat seseorang sulit membedakan kenyataan dan khayalan.

Yolanda Agne dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Parenting |