Dampak Perang India-Pakistan, Pemerintah Berencana Ekspor CPO ke Mesir

3 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah membuka peluang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ke sejumlah negara baru, termasuk Mesir. Langkah ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap potensi penurunan ekspor ke India dan Pakistan yang saat ini tengah berkonflik.

Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian, Ardi Praptono, mengatakan permintaan CPO dari beberapa negara di Asia Timur, Afrika, dan kawasan selatan mulai berdatangan. “Ada di Asia Timur, kayak Mesir, kemarin kan sudah ada permintaan kemudian Afrika juga ada, di Selatan juga ada beberapa permintaan,” ujar Ardi saat ditemui di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski mengonfirmasi adanya minat dari Mesir, Ardi belum merinci besaran permintaan tersebut. “Saya belum tahu persis ya, cuma kemarin sudah terinfo ke kami,” katanya.

Ardi menjelaskan, perluasan pasar ini merupakan langkah mitigasi atas dampak konflik India dengan Pakistan terhadap ekspor CPO Indonesia. Saat ini, Kementerian Pertanian belum menerima keluhan langsung dari pelaku usaha terkait gangguan distribusi akibat perang tersebut. Namun, Ardi mengingatkan bahwa konflik berisiko menurunkan harga CPO Indonesia di pasar global. “Kalau kami melihat perkembangan sekarang, ini memang akan berpengaruh. Saya katakan, mitigasi itu menjadi penting. Kami harus penetrasi kepada pasar-pasar baru,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, membenarkan konflik antara dua negara importir utama itu bisa berdampak pada industri sawit nasional. “Belum dirasakan sekali dampaknya, tetapi kalau berlangsung lama pasti akan berdampak karena India sebagai importir terbesar kedua minyak sawit Indonesia,” kata Eddy saat dihubungi, Sabtu, 10 Mei 2025.

Menurut Eddy, ekspor tahunan CPO Indonesia ke India mencapai 5 juta ton, sedangkan ke Pakistan sebesar 3 juta ton. Jika konflik berlarut, permintaan dari kedua negara itu diperkirakan akan menurun, yang berpotensi meningkatkan stok domestik dan menekan harga jual. “Akan berpengaruh ke stok kami. Stok kita naik pasti akan menekan harga,” katanya.

Meski begitu, Eddy mencatat harga CPO saat ini masih berada di kisaran tinggi, yakni sekitar US$1.000 per ton. “Pakistan 90 persen untuk minyak sawit, untuk India 5 juta itu besar untuk ekspor, artinya kita berharap segera selesai,” ujarnya.

Ia menambahkan, dampak konflik tidak hanya dirasakan pada pasar CPO, tetapi juga bisa memicu penurunan harga produk nabati lainnya seperti minyak bunga matahari dan minyak kedelai.

Kendati demikian, Eddy tetap optimistis permintaan ekspor tidak akan merosot drastis. “Bukan berarti turun langsung 5 juta hilang, rasanya tidak seperti itu,” ujarnya.

Ia juga mencatat neraca perdagangan Indonesia dengan India dan Pakistan masih menunjukkan surplus, menandakan kedua negara masih menjadi pasar potensial. Pada 2024, neraca perdagangan Indonesia dengan India mencatat surplus sebesar US$ 14,67 miliar, sementara dengan Pakistan sebesar US$ 2,9 miliar. “Ke India positif, Pakistan juga. Jadi ini kan pasar yang bagus untuk Indonesia, artinya ini pasar yang potensial,” kata Eddy.

Read Entire Article
Parenting |