Heboh Meme Prabowo-Jokowi: Ini Definisi dan Asal-usul Meme

6 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) ditangkap oleh polisi karena unggahan meme yang dianggap menghina Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). SSS, mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, diamankan oleh kepolisian pada Selasa, 6 Mei 2025. Ia ditangkap di indekosnya di kawasan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Menurut Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB Farell Faiz Firmansyah, penangkapan tersebut dilakukan tanpa pemanggilan sebelumnya.

“Iya benar bahwa seorang perempuan berinisial SSS telah ditangkap dan diproses,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Erdi A. Chaniago saat dikonfirmasi pada Jumat, 9 Mei 2025. “Saat ini masih dalam proses penyidikan.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dugaan terhadap SSS bermula dari unggahan meme bergambar Prabowo dan Jokowi yang diunggah melalui akun X miliknya, @reiayanyami, pada Maret 2025. Setelah unggahan tersebut menyebar, sejumlah akun mulai menyorotinya dan menanggapinya. SSS sempat merespons beberapa komentar hingga awal Mei 2025, sebelum akhirnya ditangkap.

Kemudian, Polri menangguhkan penahanan terhadap mahasiswi ITB tersebutyang sebelumnya ditangkap karena mengunggah meme tidak senonoh wajah Presiden Prabowo Subianto dan Jokowi. Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam rilis yang diterima Antara, Senin 12 Mei 2025, mengatakan penangguhan ini sesuai prosedur hukum.

Sejarah dan Evolusi Konsep Meme


Melansir laman Britannica, kata “meme” berasal dari bahasa Yunani mimema, yang berarti “sesuatu yang ditiru”. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Richard Dawkins, seorang ahli biologi evolusi asal Inggris, dalam bukunya The Selfish Gene pada tahun 1976. Dalam karya tersebut, Dawkins menggambarkan meme sebagai unit informasi budaya yang menyebar dari satu individu ke individu lain melalui imitasi.

Menurut Dawkins, meme bekerja serupa dengan gen dalam konteks evolusi. Meme menyebar, bereplikasi, dan berevolusi baik melalui perubahan acak maupun seleksi alam. Meme bisa muncul dalam bentuk ide, perilaku, kebiasaan, gaya berpakaian, atau simbol visual. Keberhasilan sebuah meme diukur dari seberapa luas dan cepat ia ditiru dan disebarluaskan dalam masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, konsep meme berkembang dan dikaji dalam berbagai konteks, termasuk dalam ilmu sosial dan komunikasi. Beberapa peneliti menilai meme sebagai semacam virus pikiran yang dapat menyebar tanpa kontrol penuh dari individu. Dalam hal ini, meme bisa bersifat netral, bermanfaat, atau bahkan berbahaya, tergantung pada isi dan konteks penggunaannya.

Misalnya, meme yang membawa nilai-nilai kesehatan bisa berdampak positif, sementara meme yang mengandung unsur politik atau agama tertentu bisa menimbulkan kontroversi atau konflik, terutama jika dipaksakan kepada kelompok dengan pandangan berbeda. Dalam kasus ekstrem, meme dapat disalahgunakan untuk tujuan manipulatif, seperti dalam praktik kelompok ekstremis atau kultus.

Di abad ke-21, meme mengalami perubahan bentuk seiring perkembangan teknologi komunikasi, terutama dengan munculnya internet dan media sosial. Meme internet kini menjadi bagian penting dari budaya digital. Berbeda dari konsep awal Dawkins yang menekankan evolusi alami dan tanpa campur tangan, meme internet sering kali dibuat secara sadar dan sengaja dimodifikasi untuk tujuan tertentu.

Meme internet umumnya berbentuk gambar, video, atau potongan teks yang mudah dikenali dan disebarluaskan melalui platform seperti X (Twitter), Instagram, TikTok, Reddit, dan lain-lain. Pengguna biasanya menambahkan konteks berupa komentar, candaan, kritik sosial, atau opini politik yang mudah dipahami dan cepat viral.

Namun, karakter viral inilah yang membuat meme internet memiliki potensi untuk menimbulkan kontroversi. Meme bisa ditafsirkan berbeda-beda tergantung pada latar belakang sosial, politik, dan budaya audiensnya. Dalam kasus SSS, interpretasi meme sebagai penghinaan terhadap tokoh negara menunjukkan bagaimana konteks sosial-politik dapat mempengaruhi konsekuensi hukum dari sebuah unggahan di internet.

Yudono Yanuar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Parenting |