Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, masa setelah melahirkan adalah fase transisi besar yang penuh perubahan, baik fisik maupun mental. Tidak jarang, ibu merasa kewalahan dengan tanggung jawab barunya seperti harus menyesuaikan diri dengan pola tidur yang berantakan, kondisi tubuh yang belum pulih sepenuhnya, hingga rasa khawatir berlebihan terhadap bayi.
Istilah baby blues sudah lama dikenal terutama di kalangan ibu baru yang sedang menjalani masa pasca persalinan. Istilah ini bukan hal asing, meskipun sering kali dianggap sebagai sesuatu yang sepele atau hanya sekedar “perasaan sensitif” seorang ibu.
Sayangnya, tidak semua orang menyadari bahwa baby blues adalah reaksi alami yang bisa dialami siapa saja. Masih banyak anggapan bahwa seorang ibu harus selalu terlihat kuat, sabar, dan penuh kasih sejak hari pertama ia melahirkan.
Karena itulah penting bagi kita, untuk mengenali faktor-faktor yang sering terabaikan, sehingga kita bisa lebih peka terhadap apa yang dialami ibu setelah melahirkan.
1. Perubahan Hormon yang Drastis
Hormon estrogen dan progesteron yang semula tinggi saat kehamilan tiba-tiba menurun drastis dalam waktu singkat. Penurunan ini sering menimbulkan perubahan suasana hati, mudah menangis, atau perasaan kosong tanpa alasan jelas.
Selain itu, hormon lain yang berkaitan dengan menyusui, seperti prolaktin dan oksitosin, juga mempengaruhi kestabilan emosi. Perpaduan perubahan biologis inilah yang membuat emosi ibu baru lebih rapuh.
2. Minim Dukungan dari Lingkungan Sekitar
Ibu yang baru melahirkan sangat membutuhkan dukungan, baik dari pasangan, keluarga, maupun teman dekat. Dukungan tersebut tidak selalu berupa bantuan fisik, tetapi juga perhatian sederhana, seperti mendengarkan keluh kesah atau memberi kata-kata penyemangat.
Ketika dukungan ini minim, ibu bisa merasa terabaikan dan sendirian. Akibatnya, ibu enggan berbagi cerita dan memilih memendam perasaan. Padahal, kesepian emosional ini bisa memperdalam rasa sedih dan memicu baby blues semakin parah.
3. Pola dan Kualitas Tidur yang Buruk
Bayi baru lahir umumnya belum memiliki pola tidur yang teratur. Hal ini membuat ibu harus sering terbangun di malam hari, bahkan hingga beberapa kali. Kurangnya istirahat yang berkualitas menyebabkan tubuh menjadi lebih lelah, dan emosi mudah meledak.
Proses pemulihan tubuh juga menjadi lebih lambat, daya tahan tubuh menurun, dan perasaan stres semakin mudah muncul. Kombinasi antara kelelahan fisik dan tekanan emosional inilah yang menjadi pintu masuk bagi baby blues.
4. Rasa Cemas yang Berlebihan pada Sang Bayi
Setiap ibu tentu memiliki naluri alami untuk melindungi bayinya. Namun, sering kali kekhawatiran itu muncul secara berlebihan. Kekhawatiran yang terus-menerus ini bisa menjadi beban mental yang berat.
Rasa cemas yang tidak terkendali sering membuat ibu merasa bersalah atau tidak percaya diri. Misalnya, ketika bayi rewel, ibu bisa langsung berpikir bahwa dirinya gagal sebagai orang tua.
Pikiran-pikiran negatif ini lama-kelamaan menggerus semangat dan menambah rasa tertekan. Informasi yang tepat mengenai perawatan bayi serta dukungan dari tenaga medis atau kelompok ibu menyusui bisa membantu menenangkan kekhawatiran.
5. Tekanan Ekonomi dan Finansial
Biaya persalinan, perawatan, hingga perlengkapan bayi dapat menjadi beban tersendiri, terutama bagi keluarga dengan kondisi ekonomi terbatas. Tekanan finansial ini sering memicu kecemasan yang berdampak langsung pada kondisi emosional ibu.
Pikiran-pikiran mengenai masa depan keluarga juga menambah beban mental. Hal ini membuat ibu semakin mudah merasa sedih atau putus asa, meski secara fisik bayi dalam kondisi sehat.
Sahabat Fimela, demikian beberapa faktor yang menyebabkan ibu mengalami baby blues. Untuk itu, dukungan dari pasangan, keluarga, maupun lingkungan sekitar menjadi kunci penting agar ibu tidak merasa sendirian.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.