Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, meningkatnya kasus traumatis pada anak kini menjadi perhatian serius bagi para orang tua. Trauma masa kecil tidak selalu muncul dari kejadian ekstrim seperti kekerasan fisik, tetapi juga bisa berasal dari pola asuh sehari-hari yang terlihat normal.
Anak-anak yang mengalami tekanan emosional terus-menerus cenderung merasa tidak aman dan sulit percaya pada orang lain. Bentakan kecil, tuntutan yang terlalu tinggi, atau sikap orang tua yang terlalu mengontrol bisa meninggalkan luka yang sulit sembuh.
Hal ini bisa mempengaruhi cara mereka mengekspresikan emosi, berinteraksi, bahkan menentukan pilihan hidup ketika dewasa. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami dampak dari setiap pola asuh yang diterapkan. Berikut gaya asuh yang dapat menyebabkan trauma si kecil dalam jangka panjang.
1. Terlalu Banyak Aturan
Aturan memang penting untuk mengajarkan disiplin, tetapi jika terlalu banyak dan terlalu ketat, anak bisa merasa hidupnya tidak memiliki kebebasan. Mereka akan merasa tertekan karena setiap tindakannya selalu diawasi dan diatur.
Anak yang terus-menerus dibatasi akan cenderung kehilangan rasa percaya diri untuk mengambil keputusan. Untuk menghindarinya, terapkan aturan secukupnya dan jelaskan alasannya dengan bahasa yang mudah dipahami.
2. Sering Membandingkan Anak dengan Anak Lain
Membandingkan anak dengan saudara kandung, teman sekolah, atau anak tetangga mungkin dimaksudkan untuk memotivasi, tetapi sering kali justru membuat anak merasa tidak cukup baik.
Jika dilakukan terus-menerus, anak bisa merasa minder atau bahkan menolak berusaha karena merasa apapun yang mereka lakukan tidak akan pernah cukup. Alih-alih membandingkan, orang tua bisa fokus pada kemajuan anak. Apresiasi usaha mereka, sekecil apapun, sehingga anak merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berkembang.
3. Menganggap Remeh Emosi Anak
Ucapan seperti “Ah, gitu aja nangis!” atau “Kamu lebay” membuat anak merasa emosinya tidak valid. Mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang sulit mengekspresikan perasaan karena takut dihakimi.
Anak mungkin belajar menyembunyikan perasaan, yang bisa berujung pada stres atau ledakan emosi di kemudian hari. Orang tua bisa membantu dengan mendengarkan anak secara penuh dan memberi validasi sederhana.
4. Menuntut Prestasi Secara Berlebihan
Keinginan orang tua agar anak berprestasi memang baik, tetapi jika tuntutan terlalu tinggi, anak bisa merasa dicintai hanya saat mereka berhasil. Dalam jangka panjang, anak bisa mengalami burnout, sulit menikmati proses belajar, bahkan takut mencoba karena khawatir gagal.
Tekanan berlebihan juga bisa merusak hubungan emosional antara orang tua dan anak. Fokuslah pada proses yang dilakukan, bukan hanya hasil. Beri apresiasi atas usaha anak, bukan semata-mata pencapaiannya.
5. Memberikan Hukuman Fisik
Hukuman fisik seperti mencubit, memukul, atau menampar mungkin dianggap cara mendidik yang cepat, tetapi dapat meninggalkan trauma mendalam. Anak bisa menyimpan rasa takut, dendam, atau meniru perilaku agresif tersebut.
Mereka patuh bukan karena mengerti, tetapi karena takut, sehingga pembelajaran moral tidak benar-benar tertanam. Sebagai gantinya, gunakan metode disiplin positif. Berikan konsekuensi yang logis dan sesuai dengan usia anak, sambil menjelaskan alasan di balik aturan yang dibuat.
Sahabat Fimela, demikian 5 gaya asuh yang dapat menimbulkan trauma jangka panjang pada anak. Semoga membantu, ya!
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.