Fimela.com, Jakarta Pernahkah Sahabat melihat si kecil tiba-tiba menjadi rewel, mudah marah, atau tampak gelisah tanpa alasan yang jelas? Mungkin ia baru saja pulang dari pesta ulang tahun, taman bermain, atau setelah seharian penuh aktivitas yang tampaknya menyenangkan. Meski sekilas tampak seperti kelelahan biasa, bisa jadi yang sebenarnya terjadi adalah sesuatu yang lebih dari sekadar lelah, yaitu overstimulasi.
Dalam kehidupan sehari-hari yang penuh warna, anak-anak sering kali terpapar begitu banyak rangsangan sekaligus: suara bising, cahaya terang, keramaian, atau bahkan mainan elektronik yang terus menyala. Sebagai orang dewasa, kita mungkin terbiasa dengan semua itu. Namun, bagi anak-anak, terutama balita, dunia bisa terasa terlalu ramai dan melelahkan. Mereka masih belajar mengenali dan mengelola sensasi serta emosi yang datang silih berganti.
Saat tubuh dan pikirannya tidak mampu lagi memproses semua rangsangan tersebut, muncullah tanda-tanda yang sering kali kita abaikan atau salah tafsir. Memahami hal ini bukan hanya membantu anak merasa lebih nyaman, tapi juga menjadi langkah awal membangun hubungan yang lebih hangat dan penuh pengertian antara orang tua dan buah hati. Melansir raisingchildren.net.au, berikut adalah beberapa tanda anak mengalami overstimulasi dan cara mengatasinya.
Tanda-Tanda Anak Mengalami Overstimulasi
Overstimulasi pada anak terjadi ketika mereka menerima rangsangan yang terlalu banyak atau terlalu kuat sehingga tubuh dan pikiran mereka menjadi kewalahan. Pada bayi dan balita, tanda-tandanya bisa berbeda-beda, tetapi umumnya terlihat dari perilaku yang berubah secara drastis. Misalnya, anak menjadi mudah rewel atau menangis tanpa sebab yang jelas, meskipun kebutuhan dasar seperti makan dan tidur sudah terpenuhi. Anak juga bisa menunjukkan keinginan untuk menghindari kontak mata, seperti menutup mata atau memalingkan kepala, sebagai cara untuk mengurangi rangsangan yang berlebihan. Gerakan tubuh anak yang menjadi tidak terkoordinasi, seperti tangan yang sering terayun atau kaki yang bergerak terus-menerus tanpa tujuan, juga menjadi tanda bahwa mereka sedang kewalahan. Beberapa anak bahkan menggenggam tangan mereka dengan erat sebagai respons terhadap ketegangan yang mereka rasakan. Selain itu, anak yang mengalami overstimulasi cenderung mencari kenyamanan lebih, seperti ingin selalu dipeluk atau digendong agar merasa aman dan tenang.
Penyebab Overstimulasi pada Anak
Lingkungan sekitar anak sangat berpengaruh terhadap kondisi overstimulasi. Suara bising dan keramaian yang berlangsung dalam waktu lama, seperti di pesta ulang tahun atau di tempat umum yang ramai, bisa membuat anak merasa kewalahan. Selain itu, paparan layar elektronik seperti televisi, tablet, atau ponsel juga berkontribusi pada rangsangan berlebihan. Cahaya yang terang dan gambar bergerak di layar dapat membanjiri indera visual anak, sehingga membuat mereka sulit untuk fokus dan menjadi mudah lelah. Selain faktor eksternal, perubahan rutinitas yang tiba-tiba, misalnya waktu tidur atau makan yang berubah, juga bisa menjadi pemicu overstimulasi karena anak kehilangan pola yang membuat mereka merasa aman. Kelelahan dan kurang tidur pun memperburuk kondisi ini, karena tubuh anak yang sudah lelah tidak mampu lagi menghadapi rangsangan tambahan sehingga mereka mudah rewel dan gelisah.
Cara Mengatasi Overstimulasi pada Anak
Mengatasi overstimulasi pada anak memerlukan kesabaran dan perhatian ekstra dari orang tua. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah membawa anak ke lingkungan yang lebih tenang dan minim rangsangan, seperti kamar tidur atau ruang yang familiar bagi anak. Mengurangi sumber suara yang keras dan mematikan lampu terang membantu menenangkan indera anak yang kelebihan bekerja. Memberikan waktu istirahat, terutama tidur singkat atau tidur siang, sangat penting karena tidur membantu anak memulihkan kondisi fisik dan emosionalnya. Selain itu, menghindari penggunaan layar elektronik selama periode ini akan mengurangi tekanan pada indera anak. Orang tua juga disarankan untuk berbicara dengan suara lembut dan memberikan sentuhan yang menenangkan, seperti mengelus punggung atau memeluk, agar anak merasa aman dan diperhatikan. Dengan cara-cara tersebut, anak dapat lebih cepat pulih dari rasa lelah dan stres akibat overstimulasi, sehingga mereka dapat kembali ceria dan nyaman menjalani aktivitas sehari-hari.
Mengapa Overstimulasi Perlu Diperhatikan?
Meski sering dianggap sepele, overstimulasi pada anak sebenarnya bisa berdampak cukup serius jika tidak segera ditangani. Anak yang terus-menerus mengalami rangsangan berlebihan bisa menjadi lebih sensitif terhadap lingkungan di sekitarnya. Hal ini berpotensi membuat mereka mengalami kesulitan untuk tidur nyenyak, susah berkonsentrasi, bahkan menimbulkan kecemasan atau ketakutan yang berlebihan. Kondisi ini juga bisa memengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak, karena mereka merasa kewalahan menghadapi interaksi dan pengalaman sehari-hari. Oleh sebab itu, penting bagi orang tua untuk bisa mengenali tanda-tanda overstimulasi sejak awal agar dapat memberikan penanganan yang tepat dan mencegah efek jangka panjang yang kurang baik.
Bagaimana Cara Mencegah Overstimulasi?
Selain mengetahui cara mengatasi, mencegah overstimulasi pada anak juga sangat penting agar mereka dapat tumbuh dengan nyaman dan bahagia. Salah satu cara terbaik adalah dengan menciptakan lingkungan yang seimbang, tidak terlalu ramai, tetapi juga tidak terlalu sepi. Misalnya, saat berada di luar rumah, batasi waktu anak di tempat-tempat yang terlalu bising atau penuh keramaian. Di rumah, buatlah ruang khusus yang nyaman dan tenang sebagai tempat anak beristirahat. Selain itu, penting juga untuk mengatur waktu bermain anak agar tidak terlalu lama atau terlalu intens, terutama jika aktivitasnya melibatkan banyak rangsangan seperti suara keras atau cahaya terang. Orang tua juga disarankan untuk membatasi penggunaan gadget dan layar elektronik, serta selalu memperhatikan reaksi anak terhadap berbagai rangsangan agar bisa segera mengambil langkah bila tanda-tanda overstimulasi mulai muncul.
Peran Orangtua dalam Mendukung Anak
Orang tua memiliki peran sentral dalam membantu anak melewati masa-masa overstimulasi. Menjadi pendengar yang baik dan peka terhadap kebutuhan anak sangat membantu anak merasa dihargai dan dipahami. Jangan ragu untuk memberikan pelukan hangat atau kata-kata yang menenangkan ketika anak menunjukkan tanda-tanda stres. Membiasakan rutinitas yang konsisten juga penting agar anak merasa aman dan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan membangun komunikasi yang baik dan menciptakan suasana yang nyaman, anak akan lebih mudah belajar mengelola perasaan dan menyesuaikan diri dengan rangsangan di sekitarnya. Ini juga membentuk fondasi yang kuat bagi perkembangan emosional dan mental anak ke depannya.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.