Kilas Balik Kasus Korupsi Askrindo dengan Kerugian Negara Rp 169,9 Miliar

12 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus korupsi besar yang melibatkan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) memasuki babak baru. Empat terdakwa dalam perkara ini, termasuk mantan pejabat Askrindo dan seorang pengusaha, menghadapi tuntutan berat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Dalam sidang yang digelar Kamis, 24 April 2025, jaksa penuntut umum menuntut hukuman 10 hingga 12 tahun penjara bagi para terdakwa. Alfian Rivai, Direktur PT Kalimantan Sumber Energi, bersama Dwi Agus Sumarsono, Direktur Marketing Komersial Askrindo 2018-2020, masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta. Jika tidak mampu membayar denda, keduanya harus menjalani enam bulan kurungan tambahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alfian juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 169,9 miliar, sementara Dwi diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar Rp 600 juta. Jika tidak dipenuhi, ancaman tambahan hukuman penjara menanti mereka, yakni enam tahun untuk Alfian dan tiga tahun untuk Dwi.

Adapun Adi Kusumawijaya, Kepala Bagian Pemasaran Askrindo Kemayoran 2018, serta Agus Hartana, Pimpinan Askrindo Kemayoran 2018-2019, masing-masing dituntut 10 tahun penjara. Adi juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 200 juta.

Kilas Balik Kasus Korupsi Askrindo

Kasus korupsi Askrindo ini bermula dari penerbitan jaminan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) kepada PT Kalimantan Sumber Energi pada 2018 hingga 2021. Penyidik Kejati DKI Jakarta menemukan adanya manipulasi dokumen dan prosedur dalam penerbitan jaminan tersebut.

Dalam penyidikan, terungkap bahwa AR, Direktur PT KSE, mengajukan permohonan kontra SKBDN senilai Rp170 miliar dengan dokumen yang tidak memenuhi syarat. Permohonan ini kemudian dipecah menjadi lima bagian atas arahan pejabat Askrindo untuk menghindari pengawasan ketat dari kantor pusat.

Sejumlah imbalan pun mengalir. Salah satu terdakwa menerima satu unit motor Harley Davidson, sementara lainnya menerima uang tunai sebesar Rp200 juta.

Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp169,9 miliar. Jaksa menilai perbuatan keempat terdakwa menghambat upaya pemberantasan korupsi yang sedang gencar dilakukan pemerintah.

"Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp 170 miliar yang saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Provinsi DKI Jakarta," beber Syahron dalam keterangan resmi pada Kamis, 18 Juli 2024.

Dikutip dari Antara, Kamis, 24 April 2025, jaksa telah mempertimbangkan faktor yang meringankan hukuman, yakni para terdakwa belum pernah dihukum dan menyatakan penyesalan atas perbuatannya. Para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Parenting |