TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyatakan setiap pimpinan penyelenggara negara dapat memberikan sanksi bagi para wajib lapor, bila terlambat ajukan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan instansinya tidak dapat menjatuhkan sanksi, karena lembaga antirasuah itu hanya menjadi pemantau setiap penyelenggara negara di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"LHKPN sebagai salah satu instrumen pencegahan korupsi untuk saat ini sanksi bisa diberikan oleh para pimpinan ataupun satuan pengawas internal di masing-masing instansi," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jumat, 11 April 2025.
Dia menyebut LHKPN merupakan instrumen dalam menilai setiap penyelenggara negara. Seperti promosi atau mutasi jabatan, misalnya, yang menjadi tolok ukur setiap pejabat untuk memiliki rekam jejak kepatuhan terhadap LHKPN.
"Oleh karena itu KPK juga terus mendorong LHKPN ini menjadi salah satu instrumen penilaian," ucap dia.
Meski begitu, KPK menyatakan terdapat 16 ribu wajib lapor yang belum mengajukan LHKPN. Budi mengatakan jumlah tersebut berdasarkan data yang dihimpun instansinya per tanggal 9 April 2025.
"Masih ada sejumlah sekitar 16 ribu wajib lapor LHKPN yang belum melaporkan harta kekayaannya," kata Budi.
Dia mengatakan data tersebut dari 416 ribu wajib lapor yang terdaftar di KPK. Budi meminta agar penyelenggara negara dapat segera melaporkan LHPKN kepada instansinya.
"KPK berharap di sisa waktu atau di hari terakhir ini para penyelenggara negara bisa segera menyelesaikan laporan LHKPN-nya," ucap dia.
Sebelumnya, KPK menunda batas akhir pendaftaran LHKPN hingga pukul 23.59 WIB, Jumat, 11 April 2025. Tenggat pelaporan LHKPN tersebut semula dijadwalkan berakhir pada Senin, 31 Maret 2025.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan perubahan jadwal tersebut karena bersamaan dengan masa libur Lebaran 2025. Menurut dia, libur panjang itu dapat mempengaruhi kelancaran dalam memproses pelaporan harta kekayaan.
“Periode libur ini dapat mempengaruhi kelancaran proses pelaporan harta kekayaan bagi penyelenggara negara,” kata Tessa dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 31 Maret 2025.
Tessa meminta para penyelenggara negara memanfaatkan perubahan tenggat tersebut untuk merampungkan LHKPN mereka. Dia juga menekankan agar pejabat negara melaporkan harta kekayaan mereka secara patuh, baik dari segi waktu maupun kebenaran isi laporan.
“Kami juga mengimbau setiap pimpinan lembaga negara ikut melakukan pengawasan dan memantau kepatuhan para penyelenggara negara di instansinya dalam pelaporan LHKPN ini,” kata Tessa.
Berdasarkan data per 21 Maret 2025, KPK mencatat 87,92 persen atau 366.685 penyelenggara negara sudah melaporkan LHKPN. Rinciannya, 296.136 pejabat berasal bidang eksekutif, 14.362 pejabat bidang legislatif, 17.877 pejabat bidang yudikatif, serta 38.310 pejabat badan usaha milik negara/daerah (BUMN/BUMD).