Fimela.com, Jakarta Setiap orangtua tentu menginginkan hubungan yang harmonis dengan anak. Dalam upaya mencapai hal tersebut, berbagai gaya pendekatan pengasuhan pun semakin berkembang, salah satunya adalah low-demand parenting. Gaya asuh ini menarik perhatian karena menawarkan cara mendampingi anak tanpa banyak tekanan atau tuntutan yang berlebihan.
Low-demand parenting dikenal sebagai gaya pengasuhan yang meminimalkan permintaan langsung kepada anak, dengan tujuan menciptakan suasana yang lebih tenang dan suportif. Pendekatan ini sangat relevan bagi anak-anak yang mudah merasa kewalahan, seperti mereka yang memiliki sensitivitas tinggi atau profil Pathological Demand Avoidance (PDA). Berbeda dari anggapan bahwa orangtua harus selalu “mengendalikan” anak, low-demand parenting justru mendorong orangtua untuk lebih mendengarkan, memahami, dan menjalin hubungan emosional yang kuat.
Melalui artikel yang dilansir dari manhattanpsychologygroup.com ini, Fimela akan membahas lebih dalam apa itu low-demand parenting, ciri-ciri, serta manfaat dan tantangannya bagi orangtua.
Apa Itu Low-Demand Parenting?
Low-demand parenting merupakan gaya pengasuhan yang mengutamakan mengurangi tekanan atau permintaan langsung kepada anak. Pendekatan ini berangkat dari pemahaman bahwa tidak semua anak dapat merespons tuntutan dengan cara yang sama. Beberapa anak—terutama mereka yang memiliki sensitivitas tinggi atau kebutuhan khusus seperti Pathological Demand Avoidance (PDA), bisa merasa stres, cemas, atau otomatis menolak jika mereka merasa dipaksa atau ditekan.
Meski begitu, gaya ini bukan berarti membiarkan anak tanpa batasan, ya, sahabat Fimela—melainkan lebih menekankan fleksibilitas, empati, dan koneksi emosional antara orangtua dan anak. Tujuannya adalah membangun kepercayaan dan menciptakan suasana yang lebih suportif bagi tumbuh kembang anak.
Ciri-Ciri Low-Demand Parenting
1. Minim Perintah Langsung
Orangtua dengan gaya asuh ini cenderung mengajak anak berdiskusi atau menawarkan pilihan, bukan memberi instruksi keras.
2. Fleksibel Terhadap Rutinitas
Tidak semua jadwal harus dijalankan dengan kaku, terutama saat anak terlihat kewalahan.
3. Menghargai Batasan Anak
Ketika anak menunjukkan sinyal tidak nyaman, orangtua akan mencoba memahami, bukan memaksa.
4. Fokus pada Koneksi daripada Kontrol
Hubungan emosional yang sehat menjadi prioritas, bukan sekadar kepatuhan.
5. Lingkungan yang Tidak Penuh Tekanan
Suasana rumah dijaga agar tetap tenang, stabil, dan tidak membebani anak secara berlebihan.
Strategi dalam Menerapkan Low-Demand Parenting
1. Gunakan bahasa yang netral dan suportif, hindari nada menyuruh.
2. Berikan waktu bagi anak untuk memproses informasi atau permintaan, terutama dalam situasi baru atau penuh tekanan.
3. Kurangi ekspektasi yang tidak realistis, dan sesuaikan tuntutan dengan kemampuan serta kondisi anak saat itu.
4. Fokus pada kerja sama, bukan dominasi atau kontrol sepihak.
5. Ciptakan ruang istirahat emosional, ketika anak tampak butuh waktu untuk menenangkan diri.
Manfaat dan Tantangan Low-Demand Parenting
Low-demand parenting dapat membantu anak merasa lebih aman, didengar, dan dipahami. Ini dapat memperkuat hubungan orangtua dan anak, serta mengurangi konflik dan ketegangan di rumah. Selain itu, pendekatan ini juga mendorong anak untuk lebih mengenali emosi dan batas dirinya sendiri.
Namun, tantangan dari gaya asuh ini adalah menjaga keseimbangan antara fleksibilitas dan struktur. Tanpa batasan yang jelas, anak bisa merasa bingung atau kehilangan arah. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk tetap menetapkan batasan yang sehat, meskipun pendekatannya lembut.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.