5 Cara Ibu Menemukan Work-Life Balance demi Hidup yang Lebih Bahagia

1 month ago 28

Fimela.com, Jakarta Ada masa ketika seorang ibu merasa seperti sedang menyalakan dua lilin sekaligus, satu untuk pekerjaan dan satu lagi untuk keluarga. Lilin itu menyala indah, tetapi cepat habis bila dijalankan tanpa jeda. Work-life balance bukan sekadar pembagian waktu, melainkan seni menjaga energi, pikiran, dan hati agar tidak habis terbakar.

Banyak ibu, terutama yang bekerja penuh waktu, kerap merasa terjebak di antara idealisme “ibu sempurna” dan tuntutan profesional. Padahal, keseimbangan sejati bukanlah hidup tanpa konflik, melainkan kemampuan memilih apa yang paling penting di setiap momen. Dari pengalaman dan refleksi banyak ibu, ada lima cara yang bisa membantu Moms menciptakan hidup yang lebih seimbang dan bahagia.

1. Menata Ulang Prioritas dengan Jujur pada Diri Sendiri

Moms, dunia sering memberi pesan bahwa ibu harus bisa melakukan semuanya dengan sempurna. Padahal, kenyataannya tidak ada manusia yang bisa mengisi setiap ruang tanpa kehilangan sesuatu. Work-life balance dimulai dari keberanian menata ulang prioritas.

Tanyakan pada diri sendiri: apa yang paling ingin dicapai dalam beberapa bulan ke depan? Bisa jadi bukan soal prestasi kerja yang gemilang, melainkan lebih banyak hadir saat anak-anak membutuhkan. Atau justru, karier tertentu sedang jadi sumber energi positif yang mendukung peran sebagai ibu. Dengan menata prioritas, Moms punya arah yang lebih jelas dan mengurangi rasa bersalah yang sering muncul.

Kejujuran pada diri sendiri akan mengajarkan satu hal penting: kita tidak sedang berkompetisi dengan ibu lain. Yang kita lakukan adalah menciptakan keseimbangan yang sesuai dengan kebutuhan keluarga dan kebahagiaan pribadi.

2. Melepaskan Rasa Bersalah yang Tidak Perlu

Salah satu musuh terbesar work-life balance adalah rasa bersalah. Seolah waktu yang dibagi untuk pekerjaan mengurangi kualitas sebagai ibu. Padahal, anak-anak justru melihat teladan dari cara kita bekerja keras, berjuang, dan tetap menjaga keluarga.

Rasa bersalah membuat Moms sering menambahkan beban baru hanya untuk “menebus waktu” yang dianggap hilang. Hasilnya, kelelahan bertambah dan hubungan dengan anak bisa terasa terpaksa. Melepaskan rasa bersalah bukan berarti abai, melainkan menyadari bahwa cinta seorang ibu tidak bisa diukur dari jumlah jam yang dihabiskan, melainkan dari kualitas hadirnya hati.

Dengan pikiran yang lebih tenang, waktu bersama anak akan jauh lebih bermakna. Anak-anak pun belajar bahwa ibu mereka bisa mencintai keluarga sekaligus mencintai pekerjaannya.

3. Membuat Ritual Kecil yang Bermakna

Work-life balance tidak harus berarti liburan panjang atau cuti kerja yang lama. Justru, keseimbangan sering lahir dari ritual kecil yang dilakukan secara konsisten.

Moms bisa menetapkan waktu tertentu yang selalu menjadi ruang bersama keluarga. Misalnya, makan malam tanpa gawai, membacakan buku sebelum tidur, atau rutinitas pagi yang penuh canda. Ritual ini menciptakan rasa aman bagi anak-anak dan sekaligus menjadi jeda yang menenangkan bagi Moms sendiri.

Ritual sederhana itu juga berfungsi sebagai jangkar emosional. Dalam rutinitas yang padat, ada momen kecil yang selalu bisa ditunggu-tunggu. Dari sinilah tercipta kebahagiaan yang tidak mudah goyah meski pekerjaan sedang menuntut lebih banyak perhatian.

4. Berani Mendelegasikan, Termasuk di Rumah

Sering kali Moms merasa harus memikul semua tanggung jawab rumah tangga. Padahal, keseimbangan tidak akan tercapai bila seluruh beban hanya ditanggung sendiri. Work-life balance justru lahir ketika ada keberanian berbagi peran.

Moms bisa melibatkan pasangan, anak-anak sesuai usia mereka, atau bahkan mempertimbangkan bantuan eksternal. Mulai dari asisten rumah tangga, jasa kebersihan, hingga layanan pesan-antar bisa sangat membantu menghemat energi. Tidak ada yang salah dengan meminta bantuan; justru itu tanda kecerdasan dalam mengatur sumber daya.

Dengan mendelegasikan, Moms bisa menyisihkan tenaga untuk hal-hal yang benar-benar bermakna, baik dalam pekerjaan maupun dalam kebersamaan dengan keluarga. Waktu yang dimiliki menjadi lebih berkualitas, bukan sekadar habis untuk tugas rutin.

5. Memberi Ruang untuk Diri Sendiri

Banyak ibu lupa bahwa mereka juga manusia dengan kebutuhan pribadi. Padahal, tanpa perawatan diri, sulit bagi seorang ibu untuk benar-benar hadir bagi keluarga maupun pekerjaannya. Work-life balance bukan hanya soal anak dan karier, tapi juga tentang diri Moms sendiri.

Luangkan waktu untuk aktivitas yang memberi energi baru—mulai dari olahraga ringan, membaca buku favorit, menulis jurnal, hingga sekadar menikmati secangkir kopi tanpa gangguan. Saat tubuh dan pikiran mendapat perawatan, hati akan lebih lapang menghadapi tantangan.

Memberi ruang untuk diri sendiri bukanlah bentuk egoisme, melainkan cara menjaga keberlanjutan cinta. Anak-anak membutuhkan ibu yang bahagia, bukan ibu yang hanya sibuk memenuhi kewajiban tapi kehilangan senyum.

Hidup sebagai ibu yang bekerja memang penuh dinamika. Ada hari-hari yang terasa ringan, ada pula yang membuat lelah luar biasa.

Akan tetapi, dengan keberanian menata prioritas, melepaskan rasa bersalah, menciptakan ritual kecil, berani mendelegasikan, serta memberi ruang untuk diri sendiri, work-life balance bukan lagi sekadar konsep, melainkan praktik nyata.

Kita tidak harus sempurna untuk bisa mencintai dan dicintai. Justru, dengan menjalani hidup yang lebih autentik dan seimbang, Moms sedang memberikan hadiah terbaik untuk keluarga: diri yang utuh, penuh cinta, dan bahagia.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Read Entire Article
Parenting |