TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) optimistis permintaan batu bara Indonesia akan meningkat meski dihadapkan dengan fluktuasi harga pasar global dan dinamika geopolitik.
Menurut Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho, kinerja ekspor masih relatif stabil dan diperkirakan akan meningkat pada paruh kedua tahun ini, terutama dari pasar utama, seperti Cina dan India. Dia memperkirakan, permintaan akan menguat kembali seiring dengan prospek positif ekonomi di negara-negara tujuan utama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fathul mengatakan industri baja dan tekstil India diperkirakan tumbuh masing-masing 8 hingga 9 persen dan 14 persen tahun ini. Sementara ekonomi Cina mencatat pertumbuhan 5,4 persen pada kuartal I 2025. “Pertumbuhan itu di atas ekspektasi pasar,” katanya melalui pesan tertulis kepada Tempo, Jumat, 23 Mei 2025.
Meskipun harga batu bara termal Asia sempat anjlok ke level terendah lima tahun terakhir, yaitu di harga US$ 48,23 per ton untuk kalori 4.200 kcal/kg GAR per Mei 2025, Aspebindo memperkirakan ekspor batu bara Indonesia tetap akan tumbuh 5 hingga 8 persen sepanjang 2025. "Permintaan dari China dan India akan kembali meningkat pada kuartal II seiring pulihnya sektor industri mereka," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui sistem MODI, volume ekspor batu bara Indonesia pada Januari–April 2025 tercatat 127,52 juta ton, sedikit naik dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 127,31 juta ton. Angka ini, kata Fathul, menunjukkan ketahanan industri batu bara nasional meski ada tekanan dari kebijakan baru dan dinamika pasar internasional.
"Aspebindo menyayangkan sebuah pemberitaan yang menyebut ekspor batu bara RI turun 20 juta ton pada awal 2025. Data tersebut tidak akurat dan bisa menciptakan persepsi negatif di pasar global serta menekan harga," katanya.
Fathul mengakui bahwa pertumbuhan ekspor batu bara pada awal tahun masih belum signifikan. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian pasar terhadap sejumlah kebijakan baru di sektor mineral dan batu bara, seperti kewajiban penggunaan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk ekspor, penempatan devisa hasil ekspor (DHE) 100 persen selama setahun, dan kenaikan tarif royalti PNBP.
Untuk menjaga momentum, Fathul juga mendorong diversifikasi pasar ke negara-negara berkembang, seperti Bangladesh dan Vietnam, yang permintaan energinya diprediksi tumbuh 8 hingga 10 persen tahun ini. Di samping itu, dia menekankan pentingnya kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Filipina dan Thailand terus diperkuat guna menjaga keseimbangan permintaan regional.
“Permintaan dari negara kawasan harus diperkuat untuk mengimbangi permintaan India dan Cina,” katanya.