Rekam Jejak Hadi Poernomo, Eks Tersangka Korupsi yang jadi Penasihat Khusus Prabowo

5 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi mengangkat mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2009–2014, Hadi Poernomo, sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara. Penunjukan ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 45/P Tahun 2025. “Mengangkat Dr. Drs. Hadi Poernomo, S.H., Ak., C.A., M.B.A., sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara, dan kepada yang bersangkutan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setinggi-tingginya setingkat dengan jabatan menteri,” demikian isi Keppres yang diterima Tempo.

Rekam Jejak Hadi Poernomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hadi Poernomo lahir di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, pada 21 April 1947. Ia menjabat sebagai Ketua BPK pada 2009–2014 berdasarkan Keppres Nomor 79/P Tahun 2009.

Pendidikan tingginya dimulai dari Akademi Ajun Akuntan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan lulus pada 1969. Ia kemudian menamatkan studi di Institut Ilmu Keuangan, Jurusan Akuntansi, Departemen Keuangan pada 1973.

Karier Hadi dimulai sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di DJP sejak 1965. Ia pernah menjabat sebagai Pemeriksa Pajak di Kantor Pusat DJP Jakarta (1966), Kepala Seksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Samarinda (1982), dan Kepala Seksi Keberatan di Balikpapan (1984) serta Malang (1987).

Kariernya berlanjut sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan Pajak di Kanwil Pajak Manado (1996), Kepala Subdirektorat Penyidikan Pajak di Direktorat Pemeriksaan Pajak (1998), dan Direktur Pemeriksaan Pajak DJP (2000). Hadi menjabat Direktur Jenderal Pajak dari 2001 hingga 2006, lalu menjadi Anggota Dewan Analis Strategis di Badan Intelijen Negara (BIN) pada 2006. Berikutnya, Hadi memimpin BPK sebagai Ketua untuk periode 2009–2014.

Kasus Korupsi dan Gugatan Praperadilan

Pada April 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hadi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi saat menjabat Dirjen Pajak. Ia diduga menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) untuk PT Bank Central Asia Tbk (BCA) tahun pajak 1999–2003. “KPK menemukan fakta-fakta dan bukti-bukti yang akurat, itu lah KPK mengadakan forum ekspose bersama satgas penyelidikan, satgas penyidikan, dan seluruh pimpinan KPK sepakat menetapkan saudara HP (Hadi Poernomo) selaku Dirjen Pajak 2002–2004,” kata Ketua KPK saat itu, Abraham Samad, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 21 April 2014, seperti dikutip dari Antara.

Menurut KPK, pada 17 Juli 2003, BCA mengajukan surat keberatan atas pajak penghasilan (PPh) badan sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). Hasil telaah Direktorat PPh pada 13 Maret 2004 menyimpulkan permohonan keberatan BCA ditolak.

Namun, satu hari sebelum batas akhir penerbitan keputusan final, Hadi memerintahkan agar kesimpulan itu diubah. “Kemudian saudara HP menerbitkan SK Dirjen Pajak yang memutuskan menerima seluruh keberatan wajib pajak, sehingga tidak ada cukup waktu bagi Direktur PPh untuk memberikan tanggapan kepada Dirjen,” ujar Abraham.

Perubahan keputusan itu diduga merugikan negara hingga Rp 375 miliar. KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Status Tersangka Dibatalkan

Hadi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 26 Mei 2015, hakim Haswadi yang kala itu menjabat Ketua PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan tersebut dan mencabut status tersangkanya.

Hakim menyatakan penyidikan KPK terhadap Hadi tidak sah. Salah satu alasan utamanya adalah penyelidik dan penyidik dalam kasus tersebut tidak berasal dari lembaga penegak hukum sebagaimana disyaratkan Pasal 43 dan Pasal 46 Undang-Undang KPK.

Yudono Yanuar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Read Entire Article
Parenting |