Tawuran Manggarai, Apa Sanksi Hukum Pelaku Tawuran?

4 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Tawuran yang pecah di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, pada Minggu malam, 4 Mei 2025 bukanlah yang pertama. Berdasarkan penelusuran Tempo, tawuran Manggarai telah menjadi “tradisi” tahunan, dengan akar konflik yang terus berulang.

Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal menyebut tawuran di wilayah ini sudah berlangsung sejak tahun 1970-an.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ya kadang karena masalah kecil, masalah petasan, masalah senggolan, kadang masalah cewek,” ujarnya.

Fenomena ini pun menjadi perhatian serius Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo. Menurutnya, penyebab maraknya tawuran adalah faktor ketidakberuntungan, seperti minimnya lapangan pekerjaan dan kurangnya fasilitas umum.

Untuk menjawab persoalan ini, Pramono menggagas program Manggarai Berselawat, yakni kegiatan selawat massal sebagai pendekatan kultural dan keagamaan guna meredam konflik. Ia menyebut akan melibatkan kelompok warga yang selama ini bertikai, tokoh agama, hingga majelis taklim.

Namun, di tengah upaya pendekatan kultural tersebut, penting untuk diingat bahwa tawuran tetap merupakan tindak pidana. Gagasan damai harus berjalan beriringan dengan penegakan hukum agar memberikan efek jera dan mencegah kekerasan kembali terulang.

Sanksi Bagi Pelaku Tawuran

Dalam hukum pidana Indonesia, pelaku tawuran bisa dijerat berbagai pasal, baik dari KUHP lama maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan berlaku penuh pada 2026.

Tawuran digolongkan sebagai tindakan kekerasan bersama yang berpotensi merusak barang, melukai, bahkan membunuh orang lain. Beberapa pasal yang dapat dikenakan, antara lain sebagai berikut.

  • Pasal 170 KUHP: Kekerasan bersama terhadap orang atau barang bisa dihukum hingga 12 tahun jika menyebabkan kematian.
  • Pasal 262 UU 1/2023: Kekerasan di tempat umum dapat dipidana 5 tahun, dan hingga 12 tahun bila mengakibatkan kematian.
  • Pasal 351 & 466: Penganiayaan bisa dihukum hingga 7 tahun jika menyebabkan kematian.
  • Pasal 355 & 469: Penganiayaan berat dengan rencana dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.
  • Pasal 358 KUHP & 472 UU 1/2023: Turut serta dalam perkelahian massal yang menyebabkan kematian dapat dijatuhi hukuman hingga 4 tahun penjara.
  • Pasal 489 KUHP & Pasal 331 UU 1/2023: Kenakalan yang menimbulkan kerugian bisa didenda hingga Rp10 juta.

Dengan adanya dasar hukum ini, pelaku tawuran tidak dapat berlindung di balik dalih sebagai korban lingkungan atau tradisi lokal. Hukum tetap berjalan untuk melindungi korban dan masyarakat luas.

Sementara itu, Gubernur Pramono menegaskan bahwa penyelesaian tawuran seperti tawuran Manggarai, tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan represif. Ia menginginkan solusi yang lebih humanis dan menyentuh akar persoalan.

“Energi orang yang mau tawuran itu harus disalurkan. Apakah dengan olahraga, bekerja, atau lebih dekat ke keagamaan,” ucapnya.

Pendekatan ini sah-sah saja, namun upaya preventif seperti Manggarai Berselawat harus dilengkapi dengan upaya represif berbasis hukum untuk memberi pelajaran dan perlindungan hukum bagi masyarakat.

Ervana Trikarinaputri dan Michelle Gabriela turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Tawuran Manggarai Menakar Jurus Pramon Anung Lewat Manggarai Berselawat

Read Entire Article
Parenting |