WALHI: Perusahaan Besar Kuasai 60 Persen Lahan di Kalimantan Tengah

5 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat sekitar 9,1 juta hektare dari total 15,4 juta hektare lahan di Kalimantan Tengah dikuasai oleh perusahaan berskala besar. “Kurang lebih 9 juta hektare dikuasai konsesi atau investasi skala besar, wilayah kelola rakyat semakin sempit,” kata Janang Firman Palanungkai dari Departemen Advokasi, Kampanye, dan Kajian WALHI Kalimantan Tengah, dalam diskusi media di Jakarta Selatan, Jumat, 23 Mei 2025.

Temuan ini berdasarkan kajian dan pemantauan WALHI pada 2023. Janang merinci, dari total tersebut, sekitar 2,9 juta hektare digunakan untuk perkebunan, 1 juta hektare untuk pertambangan, dan sektor kehutanan menguasai lahan paling luas yakni sekitar 5,1 juta hektare. Akibat penguasaan lahan skala besar tersebut, WALHI mencatat terjadi sekitar 349 kasus konflik sosial, terutama terkait sengketa lahan dan tuntutan kebun plasma.

WALHI juga melaporkan 12 perusahaan kepada Kementerian Kehutanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atas dugaan pelanggaran lingkungan yang berdampak pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Perusahaan-perusahaan ini bergerak di sektor hutan tanaman industri (HTI), perkebunan sawit, dan pertambangan.

Dari sektor sawit, lima perusahaan yang dilaporkan bahkan telah mengantongi sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), yakni PT Globalindo Agung Lestari, PT Mulia Agro Permai, PT. Maju Aneka Sawit, PT. Gawi Bahandep Sawit Mekar, dan PT. Gawi Bahandep Sawit Mekar. 

Sementara itu WALHI juga melaporkan lima perusahaan HTI, yakni PT Industrial Forest Plantation, PT Kalteng Green Resources, PT Baratama Putra Perkasa, PT Siemon Agro, dan PT Borneo Ikhsan Sejahtera. Sedang sisanya adalah dua perusahaan pertambangan batubara yaitu PT Tibawan Energi Indonesia dan PT Multi Perkasa Lestari.

Salah satu perusahaan, PT Globalindo Agung Lestari, diduga telah beroperasi sebelum memperoleh hak guna usaha (HGU) dan izin usaha pertambangan (IUP). “Berdasarkan temuan lapangan kami, mereka belum mendapatkan IUP tapi sudah beraktivitas,” ujar Janang.

Di Kabupaten Kapuas, lokasi konsesi perusahaan tersebut, warga menyatakan tidak mendapatkan manfaat apapun dari keberadaan perusahaan. “Sulit mendapatkan pekerjaan, lahan rusak, masyarakat banyak dikriminalisasi, dan konflik lahan terus terjadi,” tambah dia.

Perusahaan lain, PT Maju Aneka Sawit, diduga menggusur area pemakaman masyarakat adat untuk membuka kebun sawit. “Menurut keterangan warga, dulu daerah itu adalah kuburan,” kata Janang.

Perusahaan ini juga belum merealisasikan kebun plasma sejak mulai beroperasi pada 2006. Menurut Janang, pihak perusahaan menyatakan tidak memiliki kewajiban menyediakan plasma. “Tapi menurut kami, tanggung jawab korporasi seharusnya tetap melaksanakan,” ujar dia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Parenting |