5 Tips Hadapi Tantrum Anak Usia 2 Tahun dalam Fase Terrible Two

1 day ago 3

Fimela.com, Jakarta Ada masa dalam tumbuh kembang anak yang bisa menguji kesabaran sekaligus menumbuhkan kebijaksanaan orang tua. Usia dua tahun sering disebut sebagai fase terrible two, sebuah periode ketika anak ingin menunjukkan kemandiriannya dengan cara yang sering kali menantang: tantrum di tempat umum, menolak aturan, hingga melawan dengan kata-kata sederhana seperti “tidak” atau “maunya ini”.

Di balik setiap tangisan dan teriakan itu, ada tanda bahwa si kecil sedang belajar mengenali dirinya sendiri. Mereka tengah membangun identitas, melatih keberanian, dan menguji dunia sekitarnya. Tugas orangtua bukan sekadar bertahan menghadapi badai kecil ini, tetapi juga menjadi jangkar yang meneguhkan. Berikut adalah lima cara menjadi orang tua tangguh saat melewati fase terrible two anak.

1. Ritme Harian yang Membawa Rasa Aman

Anak usia dua tahun belum memiliki kontrol penuh atas emosinya, tetapi mereka sangat peka terhadap rutinitas. Pola makan dan tidur yang konsisten bisa menjadi “pondasi emosional” yang membantu mereka lebih stabil. Moms tentu tahu, tantrum sering muncul saat anak lelah atau lapar. Maka, menjaga jadwal yang teratur bukan sekadar aturan, melainkan bentuk kasih sayang yang konkret.

Cobalah menyusun hari dengan ritme sederhana: jam makan yang tetap, waktu tidur siang yang konsisten, serta rutinitas sebelum tidur malam. Ini membantu anak merasa dunia mereka bisa diprediksi, dan kepastian itu memberi rasa aman. Dalam suasana yang teratur, emosi mereka lebih terkendali, sehingga Moms pun lebih jarang menghadapi ledakan emosi mendadak.

Menjadi tangguh di sini bukan berarti keras, melainkan tegas dalam konsistensi. Dengan membangun rutinitas, Moms sedang mengajarkan anak bahwa ada pola hidup sehat yang bisa mereka ikuti—sebuah bekal penting hingga dewasa nanti.

2. Apresiasi Hal-Hal Baik yang Dilakukan Anak

Tidak ada anak yang selalu manis, tetapi setiap perilaku baik yang muncul layak dirayakan. Pujian yang tulus akan menyalakan semangat anak untuk mengulang hal yang sama. Sebaliknya, fokus berlebihan pada perilaku buruk justru membuat anak merasa mendapat panggung yang mereka cari.

Moms bisa mulai dengan hal sederhana: ucapkan “hebat ya, kamu bisa merapikan mainan” atau berikan pelukan hangat ketika anak mengikuti aturan kecil. Perhatian seperti ini menguatkan perilaku positif lebih efektif daripada teguran panjang. Sementara itu, ketika anak berulah dengan cara yang tidak diinginkan, cukup alihkan atau abaikan tanpa drama berlebihan.

Kekuatan orang tua tangguh ada pada kemampuan memilah energi: mana yang layak diperkuat, mana yang cukup dilewati. Dengan begitu, anak belajar bahwa perhatian orang tua lebih mudah didapat melalui sikap baik daripada melalui amarah.

3. Kuasai Seni Mengalihkan Arah Emosi

Di usia dua tahun, anak masih mudah terjebak dalam pusaran emosinya sendiri. Tantrum yang terlihat “besar” bagi orang dewasa sebenarnya bisa dipadamkan dengan cara sederhana: mengalihkan perhatian. Moms bisa menunjukkan sesuatu yang lucu, menarik, atau menyibukkan tangan mereka dengan aktivitas baru.

Alih-alih memarahi ketika anak mulai menangis keras karena tidak mendapat mainan, Moms bisa mengajaknya melihat sesuatu yang unik di sekitar atau menawarkan permainan kecil yang menyenangkan. Ini bukan berarti menghindar dari masalah, melainkan membantu anak mempelajari cara lain mengatasi rasa frustrasi.

Anak belajar dari apa yang ditunjukkan orang tuanya. Jika Moms tenang dan mampu mengalihkan suasana, mereka pun akan meniru cara ini suatu hari nanti. Inilah bentuk ketangguhan: bukan melawan emosi anak dengan emosi yang sama, tetapi menciptakan jalan keluar yang lebih damai.

4. Tegas dengan Batas, Lembut dengan Penjelasan

Batasan adalah pagar yang melindungi, bukan sekadar larangan. Anak usia dua tahun sedang gemar menguji aturan, dan di sinilah ketangguhan orang tua diuji. Jika Moms tidak konsisten, anak akan bingung membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak.

Tetaplah tegas, tetapi sisipkan penjelasan singkat yang bisa mereka pahami. Misalnya, “pegang tangan Mama saat menyeberang, karena mobil bisa melukai.” Penjelasan sederhana seperti ini mengajarkan anak bahwa aturan dibuat untuk melindungi, bukan membatasi kesenangan.

Orang tua tangguh tidak berarti selalu berkata “tidak”, melainkan tahu kapan berkata “ya” dengan pilihan yang aman. Biarkan anak merasakan sedikit kendali dengan memberi dua opsi sederhana: “Mau pakai kaus biru atau jaket kuning?” Dengan begitu, mereka tetap merasa berdaya dalam ruang yang aman.

5. Tetap Tenang saat Badai Kecil Muncul

Anak adalah cermin. Ketika Moms terbawa emosi, mereka menyerap energi itu dan melipatgandakannya. Justru di tengah teriakan atau tangisan, yang dibutuhkan anak adalah contoh ketenangan.

Tarik napas dalam, hitung perlahan, atau alihkan perhatian sejenak jika emosi mulai meninggi. Dengan menjaga ketenangan, Moms sedang memperlihatkan cara sehat menghadapi situasi sulit. Anak belajar langsung bahwa amarah bukanlah satu-satunya bahasa untuk mengungkapkan ketidaknyamanan.

Orang tua tangguh adalah mereka yang mampu berdiri kokoh di tengah badai kecil. Dengan tenang, Moms bisa menuntun anak melewati fase terrible two tanpa kehilangan arah, bahkan menjadikannya momen berharga untuk membangun ikatan lebih kuat.

Moms, fase terrible two bukanlah pertanda anak nakal, melainkan bukti bahwa mereka sedang tumbuh dan belajar.

Saat orang tua memilih menjadi tangguh—bukan keras, tetapi konsisten dan penuh kasih—fase ini akan terasa lebih ringan. Pada akhirnya, setiap tantrum yang terlewati akan menjadi jejak pengalaman yang memperkaya perjalanan keluarga.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Endah Wijayanti
Read Entire Article
Parenting |