Fimela.com, Jakarta Moms tentu tahu, balita terlahir dengan rasa ingin segera mendapatkan sesuatu. Mereka belum paham konsep menunggu, apalagi mengendalikan dorongan hati. Walaupun begitu, justru pada fase inilah kesabaran bisa dikenalkan secara sederhana. Anak yang terbiasa belajar menunggu sejak kecil akan tumbuh dengan kemampuan mengelola emosi lebih baik.
Melatih kesabaran bukan berarti memadamkan semangat anak. Justru, latihan kecil sehari-hari akan membantu si kecil memahami bahwa dunia tidak selalu berputar secepat keinginannya. Dari situlah lahir benih kontrol diri, rasa percaya, dan ketenangan menghadapi situasi.
1. Mengubah Menunggu Jadi Permainan Kecil
Balita cenderung melihat menunggu sebagai sesuatu yang membosankan. Tapi, Moms bisa mengemasnya menjadi permainan sederhana.
Misalnya saat anak ingin minum jus, jangan langsung memberinya. Katakan dengan ekspresi ceria, “Oh, jus! Mau jus, ya? Tunggu sebentar, ya…” sambil menunjuk satu jari seolah ada sesuatu yang penting. Lalu berikan jusnya hanya dalam hitungan beberapa detik.
Dari situ, anak belajar bahwa menunggu ternyata aman dan tidak membuatnya kehilangan apa yang diinginkan.
Saat jus diberikan, pujilah dengan kalimat hangat, “Wah, hebat! Pintar sekali menunggu.” Balita sangat mudah menyerap pujian, dan hal itu menjadi penguat positif dalam dirinya.
Seiring waktu, waktu tunggu bisa diperpanjang menjadi 10, 20, hingga 60 detik. Semakin sering dilakukan, anak makin terbiasa bahwa menunggu adalah bagian dari proses mendapatkan sesuatu.
2. Menjadikan Waktu Tunggu sebagai Momen Rasa Syukur
Moms bisa mengajarkan bahwa menunggu bukan sekadar “jeda” kosong. Saat anak meminta mainan, coba arahkan dengan berkata, “Tunggu ya, kita hitung bersama sampai sepuluh.”
Sambil menghitung, Moms bisa menambahkan gerakan atau ekspresi lucu. Cara ini tidak hanya mengalihkan perhatian anak, tapi juga membuatnya belajar menikmati proses.
Balita akan belajar bahwa waktu tunggu bisa diisi dengan aktivitas ringan yang menyenangkan. Ketika mainan diberikan setelah hitungan selesai, anak akan merasakan semacam “hadiah ganda”: mainan plus pengalaman kecil yang seru.
Jika latihan ini dilakukan berulang, anak bukan hanya belajar menahan diri, tetapi juga memahami bahwa menunggu bisa memberi ruang untuk rasa syukur. Mereka tahu, sesuatu yang datang setelah menunggu terasa lebih berharga.
3. Membiasakan Janji yang Selalu Ditepati
Salah satu kunci melatih kesabaran adalah konsistensi. Jika Moms sudah mengatakan “sebentar,” maka pastikan janji itu ditepati sesuai waktu yang dijanjikan. Anak balita bisa merasakan kejujuran dari tindakan orang tuanya.
Bila Moms sering ingkar atau terlalu lama menunda, si kecil justru akan makin rewel karena kehilangan rasa percaya.
Sebaliknya, ketika janji ditepati, anak memahami bahwa menunggu tidak berakhir dengan kekecewaan. Dari sinilah tumbuh keyakinan bahwa kata-kata orang tuanya bisa diandalkan.
Kepercayaan inilah yang akan membangun pondasi emosional anak di masa depan. Anak yang terbiasa mendapat kepastian dari orang tuanya lebih mudah membangun kesabaran sekaligus rasa aman.
4. Menggunakan Alat Bantu yang Memikat Perhatian
Balita belum bisa mengukur waktu dengan jam. Walaupun begitu, Moms bisa memperkenalkan timer sederhana.
Misalnya, saat anak ingin biskuit, katakan, “Kita tunggu sampai bunyi ‘ting’ dulu, ya.”
Lalu nyalakan timer hanya untuk beberapa detik. Begitu bunyi terdengar, berikan biskuit sambil mengapresiasi, “Luar biasa, kamu pintar sekali menunggu sampai bunyi ‘ting’.”
Alat bantu seperti ini membuat anak memahami konsep menunggu secara konkret. Mereka tahu ada tanda yang jelas kapan sesuatu akan diberikan.
Tanpa sadar, timer mengajarkan struktur dan kepastian yang sangat penting dalam tumbuh kembang balita.
Saat anak berhasil menunggu lebih lama, Moms bisa menambah kejutan kecil, seperti memberi hadiah tambahan.
Misalnya, bukan hanya satu biskuit, tapi dua. Anak akan melihat menunggu sebagai sesuatu yang menyenangkan, bahkan kadang lebih menguntungkan.
5. Mengubah Kesabaran Jadi Bagian Identitas Anak
Kesabaran tidak hanya sekadar kemampuan, tetapi bisa menjadi bagian dari identitas anak jika terus dipupuk.
Moms bisa menguatkan ini lewat “gosip positif” di depan orang lain. Misalnya saat anak berhasil menunggu, katakan sambil berbicara pada boneka, “Wah, si kecil hebat sekali, dia bisa menunggu dengan tenang.”
Balita senang sekali jika dirinya dipuji secara tidak langsung. Dengan begitu, mereka merasa memiliki “gelar” baru sebagai anak yang sabar. Identitas positif ini akan membuat mereka lebih termotivasi untuk mengulang perilaku baik.
Jika latihan kesabaran dilakukan dalam banyak momen sehari-hari, seperti dari makan, bermain, hingga waktu tidur, anak akan terbiasa menjadikan kesabaran sebagai karakter, bukan sekadar keterampilan sementara.
Melatih kesabaran pada balita memang membutuhkan konsistensi dan ketelatenan. Akan tetapi, Moms tidak perlu menunggu sampai anak beranjak besar untuk memulainya. Justru, semakin dini kesabaran dilatih, semakin kuat pula pondasi emosi yang mereka miliki.
Kesabaran akan membantu anak menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang, mengelola emosi dengan lebih sehat, dan membangun kepercayaan pada orang lain. Satu menit latihan sabar hari ini bisa berarti sejuta manfaat untuk masa depan mereka.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.