5 Tips Membangun Mental Kuat pada Anak dengan Sikap Hangat

7 hours ago 1

Fimela.com, Jakarta Banyak orangtua mengira ketegasan semata cukup untuk membentuk anak yang tangguh. Padahal, kekuatan mental tidak tumbuh dari kerasnya tuntutan, melainkan dari kehangatan yang konsisten. Anak yang tumbuh dalam suasana penuh empati akan belajar menghadapi kesulitan dengan hati yang lapang, bukan dengan rasa takut.

Moms, menghadirkan sikap hangat bukan berarti memanjakan. Justru, lewat sentuhan hangat, anak belajar mengenali dirinya, berani mencoba, dan kuat menghadapi kegagalan. Kehangatan membuat anak merasa aman, dan dari rasa aman itulah lahir mental yang kokoh untuk menghadapi dunia.

1. Merawat Pikiran Seperti Merawat Tubuh

Sebagian besar orangtua tekun mengingatkan anak soal menyikat gigi, makan sehat, dan olahraga. Akan tetapi, tidak banyak yang menekankan pentingnya menjaga kesehatan pikiran. Padahal, pikiran yang sehat adalah fondasi utama mental kuat.

Moms bisa mulai dengan mengenalkan “latihan mental” sederhana di rumah. Misalnya, rutin mengajak anak menceritakan hal baik yang ia syukuri hari itu, atau menuliskan satu tantangan yang berhasil ia atasi. Aktivitas kecil ini melatih anak memahami bahwa pikiran perlu dirawat sama pentingnya dengan tubuh.

Selain itu, Moms juga bisa menunjukkan bahwa mencari bantuan profesional bukanlah tanda kelemahan. Sama seperti pergi ke dokter gigi, menemui psikolog bisa menjadi cara sehat untuk merawat pikiran. Sikap hangat Moms dalam membicarakan hal ini akan membuat anak merasa wajar untuk peduli pada kondisi mentalnya.

2. Membuka Ruang Bicara tentang Perasaan

Anak yang terbiasa memendam emosi akan kesulitan mengelola kecewa, cemas, atau kesepian saat dewasa. Banyak remaja dan mahasiswa merasa siap secara akademis, tetapi rapuh secara emosional karena tidak pernah diajari cara berbicara tentang perasaan.

Moms bisa memulainya dengan bahasa sederhana. Gunakan kata-kata emosional dalam percakapan sehari-hari. Katakan, “Hari ini Mama merasa cemas karena pekerjaan menumpuk,” lalu ajak anak untuk menyebutkan perasaan mereka. Dengan begitu, anak belajar bahwa emosi bukan sesuatu yang perlu disembunyikan.

Lebih dari itu, sikap hangat saat mendengarkan cerita anak adalah kunci. Hindari buru-buru menilai atau menasehati. Cukup validasi dulu: “Oh, jadi kamu merasa kecewa karena tidak diajak bermain, ya?” Validasi sederhana ini akan menguatkan mental anak karena mereka merasa dipahami, bukan dihakimi.

3. Mengajarkan Cara Berpikir Realistis

Moms tentu sering mendengar anak berkata, “Aku nggak bisa matematika” atau “Aku pasti gagal.” Kata-kata ini terlihat sepele, tapi bila dibiarkan, bisa menumbuhkan pola pikir pesimis yang melemahkan mental.

Daripada langsung menenangkan dengan ucapan, “Kamu pasti bisa,” lebih baik ajarkan anak mengubah cara pandangnya. Misalnya, katakan, “Memang sulit, tapi kalau kamu terus berlatih, kemampuanmu akan bertambah.” Ajarkan bahwa pikiran negatif tidak selalu benar, dan kita punya kuasa untuk menantangnya.

Moms juga bisa memberi contoh nyata dari pengalaman pribadi. Misalnya, “Mama tadi takut presentasi salah, tapi Mama mengingatkan diri kalau sudah berlatih. Akhirnya Mama bisa melewatinya.” Dengan begitu, anak melihat bahwa berpikir realistis adalah keterampilan yang bisa dipraktikkan, bukan sekadar teori.

4. Menjadi Teladan dalam Mengambil Tindakan Positif

Anak belajar lebih cepat dari contoh nyata daripada dari kata-kata. Saat anak melihat Moms tetap melakukan hal baik meski sedang lelah, mereka belajar bahwa tindakan bisa mengubah perasaan.

Misalnya, ketika Moms pulang kerja dalam keadaan letih, alih-alih mengeluh, Moms bisa berkata, “Mama capek, tapi Mama mau masak makan malam supaya kita bisa makan bersama.” Tindakan sederhana ini menunjukkan bahwa sikap positif bisa dipilih meski kondisi hati tidak selalu mendukung.

Dengan teladan semacam ini, anak akan mengerti bahwa perasaan sedih, marah, atau kecewa tidak harus menentukan tindakan. Mereka belajar bahwa mereka tetap bisa memilih langkah yang sehat untuk membuat keadaan lebih baik. Inilah bekal penting agar anak tidak mudah larut dalam kesulitan.

5. Melibatkan Anak dalam Menyelesaikan Masalah

Banyak orangtua tergoda untuk langsung menyelesaikan masalah anak demi menghindarkan mereka dari rasa sakit. Akan tetapi, terlalu sering menolong justru membuat anak kurang terlatih menghadapi tantangan.

Moms bisa melatih anak dengan cara membiarkan mereka mencoba menyelesaikan masalah sendiri terlebih dahulu. Saat anak bingung, dampingi dengan pertanyaan: “Menurutmu, apa saja yang bisa dilakukan?” Dorong mereka untuk mengajukan beberapa solusi, lalu pilih salah satu untuk dicoba.

Kegagalan kecil dari pilihan mereka justru akan menjadi guru terbaik. Dengan sikap hangat, Moms bisa mengubah kesalahan anak menjadi pelajaran yang membangun mental. Anak pun akan tumbuh lebih percaya diri karena merasa mampu menghadapi rintangan hidup.

Mental kuat bukan berarti anak harus selalu terlihat tangguh setiap saat. Mental kuat adalah kemampuan untuk jatuh, belajar, lalu bangkit kembali. Sikap hangat Moms adalah jembatan yang menolong anak memahami bahwa menjadi kuat bukan berarti menolak emosi, melainkan berani menghadapinya.

Moms bisa menjadikan setiap momen sehari-hari sebagai ruang latihan mental. Saat makan bersama, saat anak bercerita sebelum tidur, atau bahkan saat mereka gagal mencapai sesuatu. Semua bisa menjadi kesempatan emas untuk menumbuhkan keberanian, empati, dan daya tahan mereka.

Dengan kehangatan yang konsisten, anak akan belajar bahwa mereka dicintai tanpa syarat. Dari cinta itu tumbuh rasa aman, dan dari rasa aman lahirlah mental yang benar-benar kuat untuk menghadapi masa depan.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Endah Wijayanti
Read Entire Article
Parenting |