5 Tips Parenting agar Kakak-Adik Tidak Saling Cemburu

1 week ago 11

Fimela.com, Jakarta Ada kalanya rumah terasa seperti medan kecil perebutan perhatian. Kakak yang biasanya ceria bisa tiba-tiba cemberut saat melihat adiknya dipeluk. Adik yang manja pun bisa merasa tersisih ketika kakaknya mendapat pujian. Rasa cemburu antar-saudara bukan tanda kegagalan dalam mengasuh, melainkan bagian alami dari tumbuhnya kesadaran emosional mereka.

Moms, tantangannya bukan menghapus rasa cemburu itu, melainkan membantu anak-anak mengenali, menamai, dan menyalurkan perasaan tersebut dengan cara yang sehat. Dengan pendekatan penuh empati, rasa cemburu justru bisa menjadi jembatan menuju kedekatan, bukan tembok yang memisahkan.

1. Ajari Anak Mengungkapkan Perasaan tanpa Ledakan

Banyak anak belum tahu bagaimana cara menyampaikan rasa tidak senangnya tanpa berteriak atau memukul. Di sinilah peran orangtua menjadi pelatih emosi yang sabar. Alih-alih menegur dengan nada tinggi, bantu mereka menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan mereka. Misalnya, “Kakak merasa kesal karena adik dapat mainan baru, ya?”

Dengan begitu, anak merasa didengar dan dipahami, bukan dihakimi. Saat Moms membantu mereka menamai emosi, mereka belajar bahwa marah dan cemburu bukan dosa, melainkan sinyal dari hati yang butuh perhatian. Seiring waktu, kemampuan ini akan membuat mereka lebih mudah mengelola konflik tanpa meledak-ledak.

Mengajarkan ekspresi emosi yang adaptif adalah pondasi agar anak mampu berhubungan secara sehat dengan orang lain. Saat mereka bisa berkata, “Aku ingin giliran bermain juga,” tanpa menangis atau berteriak, berarti Moms telah menanamkan kecerdasan emosional yang berharga seumur hidup.

2. Dengarkan dengan Penuh Empati, Bukan Sekadar Menenangkan

Sering kali, niat baik untuk menenangkan justru membuat anak merasa disepelekan. Kalimat seperti “Sudahlah, kamu kan kakak yang sabar” terdengar wajar, tapi sebenarnya bisa menekan emosi anak. Padahal, mendengarkan tanpa menghakimi jauh lebih menyembuhkan daripada nasihat panjang.

Berikan ruang bagi anak untuk bicara. Tatap matanya, duduk sejajar, dan biarkan ia menceritakan versinya tentang apa yang terjadi. Moms bisa berkata, “Ceritakan ke Mama, kenapa kamu merasa tidak suka waktu Mama menggendong adik.” Dengan begitu, anak belajar bahwa perasaannya valid dan layak didengar.

Ketika Moms hadir secara penuh tanpa terburu-buru memberi solusi, anak merasa aman untuk membuka diri. Mereka tidak akan merasa perlu menumpuk amarah atau berkompetisi hanya untuk diperhatikan.

3. Tetap Tenang saat Anak Bereaksi Negatif

Cemburu sering muncul dalam bentuk perilaku sulit: membentak, memukul, atau menangis keras. Dalam momen seperti ini, ketenangan Moms menjadi jangkar bagi anak-anak yang sedang dilanda badai emosi. Jika Moms ikut terpancing marah, pesan yang tersampaikan justru tentang kehilangan kontrol, bukan pembelajaran.

Hadapi dengan napas panjang dan nada suara yang stabil. Katakan dengan lembut, “Mama tahu kamu kesal, tapi kita tidak memukul saat marah. Yuk, cari cara lain untuk bilang kalau kamu tidak suka.” Dengan cara ini, anak belajar bahwa amarah bukan sesuatu yang harus ditekan, tapi juga bukan alasan untuk menyakiti.

Menjaga ketenangan bukan berarti membiarkan perilaku salah, melainkan mengubah momen sulit menjadi kesempatan belajar. Anak pun memahami bahwa emosi boleh dirasakan, tapi perlu diarahkan dengan cara yang bijak.

4. Berikan Waktu Eksklusif untuk Masing-Masing Anak

Bagi anak, perhatian orang tua ibarat bahan bakar untuk merasa berharga. Saat Moms membagi waktu secara adil dan konsisten, rasa cemburu perlahan mereda. Tak perlu lama, bahkan 15 menit yang berkualitas bisa berarti besar.

Gunakan waktu itu untuk hal sederhana: membaca buku bersama, menggambar, atau sekadar berbincang tanpa gangguan. Yang penting, anak merasa ia memiliki ruang pribadi bersama Moms tanpa perlu “bersaing” dengan saudaranya.

Ketika anak menyadari bahwa kasih sayang Moms tidak terbagi, hanya berbeda bentuk, ia akan lebih mudah menerima kehadiran saudara. Hubungan kakak-adik pun tumbuh dalam suasana saling percaya, bukan kecemasan kehilangan cinta.

5. Hindari Perbandingan dan Label yang Menyakitkan

Kalimat seperti “Kakak kan lebih pintar, masa kalah sama adik?” atau “Adik lebih manis daripada kakak” mungkin terdengar sepele, tapi bisa meninggalkan luka dalam. Perbandingan memicu rasa tidak aman dan memperkuat cemburu yang sudah ada.

Moms, setiap anak punya keunikan masing-masing. Tunjukkan penghargaan atas perbedaan itu tanpa menempelkan label seperti “yang rajin”, “yang manja”, atau “yang pelupa”. Label bisa menjadi beban yang mengekang anak dari potensi terbaiknya.

Fokuslah pada perilaku yang diinginkan. Misalnya, “Mama senang kamu mau berbagi mainan dengan adik,” bukan “Kamu memang kakak yang baik.” Pujian yang spesifik membantu anak memahami apa yang dihargai, tanpa membuat saudaranya merasa kalah.

Moms, membantu kakak-adik agar tidak mudah cemburu bukan soal menciptakan rumah tanpa konflik. Justru di dalam perbedaan dan gesekan kecil itulah anak-anak belajar mengelola emosi, memahami perasaan orang lain, dan membangun empati. Tugas Moms adalah menjadi penuntun yang hadir, bukan pengadil yang cepat menilai.

Ketika anak merasa aman untuk mengekspresikan perasaannya, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya saling menyayangi, tetapi juga saling memahami. Dari situ, cinta antar-saudara tidak lagi lahir karena kewajiban, melainkan karena kedewasaan hati yang tumbuh bersama waktu.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Endah Wijayanti
Read Entire Article
Parenting |