Anak Meltdown Bukan Tantrum, Ini Cara Mengatasinya Tanpa Ikut Panik

2 days ago 8

ringkasan

  • Meltdown adalah respons intens terhadap kelebihan emosional atau sensorik, berbeda dengan tantrum yang merupakan perilaku mencari perhatian atau kendali.
  • Kunci utama mengatasi meltdown di publik adalah tetap tenang, mengatur emosi diri, dan menunjukkan empati serta validasi terhadap perasaan individu yang mengalaminya.
  • Ciptakan lingkungan yang mendukung dengan mengurangi stimulasi, gunakan teknik de-eskalasi seperti pernapasan atau pengalihan, dan berikan dukungan pemulihan serta refleksi setelah meltdown mereda.

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, pernahkah Anda menyaksikan seseorang, baik anak-anak maupun orang dewasa, mengalami ledakan emosi hebat di tempat umum? Situasi ini seringkali disebut sebagai meltdown, sebuah respons intens yang bisa membuat individu kehilangan kendali sementara atas perilakunya.

Penting untuk diingat bahwa meltdown bukanlah perilaku “nakal” atau upaya manipulasi, melainkan reaksi terhadap kelebihan emosional atau tekanan yang membanjiri sistem saraf. Memahami hal ini adalah kunci pertama untuk dapat mengatasi meltdown di publik tanpa ikut panik.

Dilansir dari berbagai sumber, kita akan membahas strategi komprehensif untuk mengelola meltdown dengan tenang dan empati, memastikan baik individu yang mengalaminya maupun Anda, sebagai pendamping, dapat melewati momen sulit ini dengan baik.

Memahami Perbedaan Meltdown dan Tantrum

Sebelum melangkah lebih jauh, sangat penting untuk membedakan antara meltdown dan tantrum, karena keduanya memiliki akar penyebab dan penanganan yang berbeda. Kesalahan dalam memahami bisa berujung pada respons yang kurang tepat.

Meltdown adalah respons intens terhadap situasi yang membanjiri, di mana individu kehilangan kendali sementara atas perilakunya. Ini bukan perilaku yang disengaja, melainkan reaksi spontan terhadap kelebihan emosional atau tekanan sensorik. Manifestasinya bisa berupa ekspresi verbal seperti berteriak, menangis, atau menjerit, serta tindakan fisik seperti menendang atau menyerang.

Sebaliknya, tantrum biasanya merupakan cara anak untuk mencoba mendapatkan kendali atau perhatian. Anak-anak sering tantrum karena mereka kekurangan alat untuk mengelola perasaan dalam situasi baru, atau mereka telah belajar bahwa perilaku tersebut efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mengenali pemicu meltdown, seperti ketakutan, kemarahan, frustrasi, atau kelebihan sensorik, sangat krusial untuk mengembangkan strategi penanganan yang efektif.

Kunci Utama: Tetap Tenang dan Berempati

Mengelola meltdown di tempat umum membutuhkan pendekatan yang tenang dan empatik dari Anda. Emosi Anda sangat memengaruhi suasana sekitar, sehingga menjaga ketenangan diri adalah langkah pertama yang krusial.

Atur emosi Anda sendiri dengan mengambil napas dalam-dalam, coba rilekskan tubuh, dan katakan pada diri sendiri hal-hal yang menyemangati seperti, “Mereka tidak menyulitkan saya—mereka sedang mengalami kesulitan.” Anak-anak atau individu yang mengalami meltdown sering meniru emosi orang dewasa di sekitarnya. Kehadiran yang stabil dan tenang dapat membantu menenangkan situasi dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menenangkan diri. Hindari berteriak atau meninggikan suara, karena ini hanya akan memperburuk keadaan.

Selanjutnya, penting untuk berempati dan memvalidasi perasaan individu tersebut. Frasa seperti “Saya tahu ini sangat sulit bagimu” atau “Saya melihat Anda sangat kesal saat ini” dapat membuat mereka merasa diakui dan mengurangi intensitas ledakan emosi. Cobalah memahami apa yang mungkin menyebabkan ledakan emosi; apakah individu terlalu terstimulasi, lapar, lelah, atau cemas? Gunakan komunikasi yang sederhana dan langsung, seperti “Saya akan menggendongmu sebentar,” untuk menetapkan ekspektasi yang jelas tanpa menambah kebingungan. Untuk individu autis, komunikasi yang efektif sangat penting karena mereka mungkin kesulitan mengartikulasikan kebutuhan dan perasaan mereka.

Menciptakan Lingkungan Mendukung dan Teknik De-eskalasi

Setelah Anda berhasil menenangkan diri dan menunjukkan empati, langkah selanjutnya adalah menciptakan lingkungan yang mendukung dan menerapkan teknik de-eskalasi. Lingkungan yang tepat dapat sangat membantu dalam meredakan meltdown.

Jika memungkinkan, sediakan lingkungan yang tenang dan rendah stimulasi di mana individu dapat mundur dan merasa aman selama meltdown. Ini bisa berupa sudut yang tenang, atau bahkan kamar mandi yang sepi. Kurangi pemicu sensorik seperti lampu terang atau suara keras, karena meltdown seringkali dipicu oleh kelebihan sensorik. Alat bantu sensorik pribadi seperti headphone peredam bising, kacamata hitam, atau benda taktil dapat meminimalkan pemicu. Selain itu, gunakan alat bantu visual seperti kartu gambar atau bagan untuk meningkatkan pemahaman dan ekspresi, serta mengurangi kecemasan.

Teknik de-eskalasi juga sangat efektif. Latihan pernapasan dalam dapat membantu individu menenangkan diri; alat sederhana seperti tongkat gelembung atau kincir angin dapat membuat proses ini menarik. Alihkan perhatian individu dari situasi saat ini dengan menawarkan mainan favorit, aktivitas menenangkan, atau video lucu. Kontak fisik yang menenangkan, seperti pelukan, dapat menenangkan anak selama meltdown, tetapi penting untuk menghormati ruang pribadi individu, terutama jika mereka tidak menginginkan sentuhan. Terakhir, jatuhkan tuntutan. Ketika seseorang sedang mengalami meltdown, mereka mungkin terlalu kewalahan, jadi alih-alih mendorong mereka lebih keras, lepaskan tuntutan dan mundur sejenak.

Pemulihan Pasca-Meltdown dan Tips Tambahan

Setelah meltdown mereda, fase pemulihan dan refleksi menjadi sangat penting untuk membantu individu kembali stabil dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Dukungan yang tepat dapat membuat perbedaan besar.

Berikan kenyamanan tanpa rasa malu setelah meltdown mereda. Akui perasaan mereka dan bantu mereka merasa didukung serta dipahami. Setelah situasi tenang, bicarakan tentang apa yang terjadi. Cobalah mendapatkan informasi untuk memahami apa yang memicu meltdown tersebut. Proses refleksi ini dapat membantu dalam mengembangkan strategi pencegahan untuk masa depan. Ajarkan dan perkuat strategi menenangkan diri seperti pernapasan dalam atau penggunaan alat sensorik. Konsisten dalam mempraktikkan pendekatan ini membantu mereka membangun keterampilan pengaturan diri yang mandiri.

Beberapa tips tambahan yang bisa Sahabat Fimela terapkan adalah mempersiapkan diri secara mental bahwa meltdown mungkin masih akan terjadi; menerima hal ini dapat membantu Anda tetap tenang dan merespons dengan tepat. Fokus pada kebutuhan individu dan situasi, bukan pada penilaian orang lain. Untuk orang dewasa autis, membawa “kit sensorik” atau “mental health first aid kit” dengan barang-barang seperti penyumbat telinga, headphone, kacamata hitam, atau mainan fidget dapat membantu mengelola pemicu sensorik. Jika meltdown sering terjadi atau sulit dikelola, mencari bantuan dari terapis perilaku atau spesialis dapat memberikan strategi dan dukungan yang lebih terarah. Dengan pemahaman, empati, dan strategi yang tepat, kita dapat membantu individu melewati momen-momen sulit ini tanpa ikut “meleleh” sendiri.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

  • Adinda Tri Wardhani

    Author

    Adinda Tri Wardhani
Read Entire Article
Parenting |