DPR Klaim Belum Bertemu Kementerian Kebudayaan untuk Bahas Revisi Sejarah Indonesia

4 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi X DPR dan Kementerian Kebudayaan belum membahas soal teknis penulisan maupun substansi sejarah Indonesia yang akan direvisi. Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mendesak Kementerian Kebudayaan memberikan penjelasan detail perihal proyek revisi naskah sejarah Indonesia.

”Terkait dengan secara proses substantifnya, terus terang kami pun belum pernah bertemu secara langsung dan membahas apa persisnya hal-hal yang akan direvisi atau bagaimana prosesnya dan sebagainya,“ kata Hetifah dalam rapat dengar pendapat umum bersama Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI), di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Hetifah, masukan-masukan yang diberikan oleh AKSI dalam audiensi itu bakal diteruskan kepada Kementerian Kebudayaan. ”Sekaligus juga memastikan bahwa kami, Komisi X, ikut terlibat di dalam proses nanti,“ kata politikus Partai Golkar ini.

Sepakat dengan Hetifah, anggota Komisi X, Mercy Chriesty Barends, juga mengatakan belum menerima laporan resmi dari Kementerian Kebudayaan ihwal proyek revisi naskah sejarah RI. “Hari ini dapat kami sampaikan bahwa kami belum pernah menerima satu dokumen resmi pun dalam bentuk apa pun,” kata Mercy. 

Politikus dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan, dirinya hanya mendapat informasi mengenai penulisan ulang sejarah nasional itu dari pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon di media massa dan media sosial. 

Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia atau AKSI sebelumnya beraudiensi dengan Komisi X DPR di Gedung Parlemen. Aliansi yang terdiri dari sejumlah individu yang berlatarbelakang sejarawan, pegiat hukum, pegiat hak asasi manusia, hingga aktivis koalisi perempuan, ini menolak proyek penulisan ulang sejarah yang tengah digagas pemerintah.

Ketua AKSI Marzuki Darusman menyebut revisi naskah sejarah yang tengah digencarkan pemerintah berimplikasi menciptakan tafsir tunggal terhadap sejarah. Marzuki mengatakan, sejarah bersifat multitafsir dan bersumber pada dinamika dan pandangan kehidupan rakyat. 

Ia pun mengkhawatirkan jangka waktu revisi sejarah yang ditargetkan selesai pada Agustus 2025 mendatang. “Maka sejarah itu akan sifatnya selektif, bias dan sekalipun melibatkan ratusan sejarawan, bahkan lebih dari itu, tidak akan bisa menghilangkan kesan bahwa sejarah ini ditulis untuk kepentingan pemerintah yang memerlukan legitimasi politik bagi pemerintahan,” ujar Marzuki seusai rapat dengar pendapat bersama Komisi X, Senin, 19 Mei 2025. 

Adapun Kementerian Kebudayaan tengah merevisi naskah sejarah Indonesia. Alasan utama revisi ini adalah menyelaraskan kembali pengetahuan sejarah dengan berbagai temuan baru dari disertasi, tesis, ataupun penelitian para sejarawan.

Nantinya, hasil penulisan ulang ini dibukukan secara resmi melalui pendanaan dari Kementerian Kebudayaan, bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI). Buku sejarah ini ditargetkan rampung pada 17 Agustus 2025 atau tepatnya pada HUT kemerdekaan ke-80 RI.

"Tujuan penulisan ini untuk menghasilkan buku yang merupakan 'sejarah resmi' (official history) dengan orientasi dan kepentingan nasional, untuk meningkatkan rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air. Buku ini akan ditulis sebanyak 10 (sepuluh) jilid oleh sejarawan Indonesia sendiri secara kolektif," demikian dikutip dari draf Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia.

Dalam keterangannya kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, 5 Mei 2025 lalu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menjelaskan bahwa proses penyusunan buku sejarah Indonesia tersebut saat ini masih berlangsung dan dikerjakan oleh para sejarawan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. 

”Sekarang baru dalam proses, yang menuliskan ini para sejarawan. Tahun ini (rencananya diluncurkan), saat 80 tahun Indonesia merdeka,” ujar Fadli Zon.

Dinda Shabrina dan Ananda Ridho Sulistya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Parenting |