FSGI Desak Menteri Pendidikan Abdul Mu'ti Hentikan Pengiriman Siswa Nakal ke Barak Militer

6 hours ago 5

TEMPO.CO, JakartaFederasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti segera menghentikan program pengiriman siswa bermasalah ke barak militer di Jawa Barat. Program yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi itu dinilai tidak memiliki dasar pedagogik dan psikologis yang jelas serta berpotensi melanggar hak anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Program ini tidak memiliki landasan yang kuat. Tidak ada kurikulum, silabus, atau modul ajar yang disiapkan. Ini menjadikan anak-anak seperti kelinci percobaan,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Marta Tanjung dalam keterangan tertulis, Senin, 19 Mei 2025.

FSGI juga mengkritik keras rencana pengiriman guru malas ke barak militer, yang menurut mereka menunjukkan pendekatan instan dan tidak menyentuh akar persoalan di sekolah. Fahriza menyatakan pendidikan harus dilakukan secara sadar dan terencana, dengan tujuan, strategi, serta evaluasi yang terukur.

Hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap program ini, kata FSGI, semakin menegaskan lemahnya rancangan kebijakan tersebut. Beberapa temuan antara lain tidak adanya standar rekrutmen peserta, metode pembelajaran yang tidak seragam, pencampuran jenjang dan kelas dalam proses belajar, serta kegiatan fisik berlebihan yang membuat siswa kelelahan dan tidak fokus belajar.

“Pembina dalam program ini pun banyak yang tidak memahami prinsip perlindungan anak. Ini sangat membahayakan,” ujar Fahriza.

FSGI mendesak Kemendikdasmen melakukan pemantauan dan evaluasi segera terhadap pelaksanaan pendidikan bergaya militer tersebut. FSGI juga meminta Inspektorat Jenderal kementerian turun melakukan audit dan memastikan hasilnya disampaikan secara transparan kepada publik.

Ketua Umum FSGI, Fahmi Hatib, menyebut pendekatan pendidikan militer bukan satu-satunya cara membina siswa. “Selama ini ada banyak program sekolah seperti LDKS, Pramuka, UKS, PMR, yang bisa diperkuat. Kalau dianggap tidak berhasil, yang dievaluasi dulu programnya, bukan serta-merta dibawa ke barak militer,” kata Fahmi, yang juga Kepala SLBN di Kabupaten Bima.

Fahmi mengatakan pembinaan siswa mestinya dilakukan dengan pendekatan kolaboratif melibatkan berbagai instansi seperti Dinas PPPA, Dinas Sosial, BNN, dan kepolisian, dengan sekolah tetap menjadi pusatnya. Ia mencontohkan pendidikan di Sekolah Taruna Magelang yang kurikulumnya jelas dan pengemblengan fisik tetap dalam porsi terbatas oleh TNI.

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengingatkan adanya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). Peraturan ini, kata dia, sudah mengamanatkan penanganan siswa bermasalah secara komprehensif dengan melibatkan instansi lintas sektor.

“Pemda seharusnya membangun program penguatan ketahanan keluarga dan menyediakan lebih banyak psikolog keluarga. Ini langkah yang lebih konstruktif ketimbang menyerahkan siswa ke barak militer,” ucap Retno.

FSGI juga mengusulkan sejumlah langkah lanjutan untuk memperbaiki penanganan siswa bermasalah di sekolah, antara lain: riset ringan terkait efektivitas kerja sama sekolah dengan TNI/Polri, penyusunan konsep penanganan siswa bermasalah yang jelas, dan MoU antara sekolah dengan instansi pembina anak agar pendekatan tidak hanya bertumpu pada guru BK.

“Strategi penanganan siswa bermasalah itu banyak, bukan cuma satu. Sekolah perlu dibekali konsep yang jelas, bukan disuruh kirim anak ke barak militer,” kata Retno.

Read Entire Article
Parenting |