ringkasan
- Memutus siklus maskulinitas toksik di rumah dimulai dengan mendorong ekspresi emosional yang sehat dan kerentanan pada anak-anak, dengan orang tua sebagai teladan.
- Penting untuk secara aktif menantang stereotip gender berbahaya dan peran tradisional di rumah, memungkinkan anak-anak untuk mengekspresikan minat otentik mereka tanpa batasan.
- Orang tua harus menjadi teladan perilaku yang sehat, mengajarkan rasa hormat, berbagi tanggung jawab rumah tangga secara adil, dan mengajarkan konsep persetujuan sejak dini.
Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, membangun lingkungan keluarga yang harmonis dan suportif adalah impian setiap orang tua. Namun, tanpa disadari, norma-norma sosial tertentu dapat membentuk perilaku yang kurang sehat, seperti maskulinitas toksik. Fenomena ini seringkali membatasi ekspresi emosi dan menghambat perkembangan individu yang utuh, terutama pada anak laki-laki.
Dilansir dari berbagai sumber, maskulinitas toksik adalah seperangkat norma budaya yang mendorong pria untuk menekan emosi, menunjukkan dominasi, dan menghindari kerentanan. Siklus ini dapat diwariskan dari generasi ke generasi jika tidak ada intervensi yang tepat. Dampaknya bisa sangat luas, memengaruhi kesehatan mental, hubungan interpersonal, dan bahkan pandangan dunia seseorang.
Kabar baiknya, perubahan dapat dimulai dari rumah. Ada tiga cara utama untuk memutus siklus maskulinitas toksik di rumah, yang berfokus pada pengembangan individu yang utuh dan penuh hormat. Mari kita pelajari bersama bagaimana kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik untuk anak-anak kita.
Mendorong Ekspresi Emosional dan Kerentanan
Menciptakan lingkungan di mana semua emosi diterima dan diekspresikan secara sehat adalah kunci untuk memutus siklus maskulinitas toksik. Studi menunjukkan bahwa ada hingga 27 kategori emosi manusia yang berbeda, dan penting untuk menormalisasi semua emosi tersebut, bukan hanya kemarahan. Ketika anak-anak merasa aman untuk menunjukkan seluruh spektrum perasaan mereka, mereka belajar mengelola emosi dengan lebih baik.
Orang tua memiliki peran krusial dalam hal ini dengan menjadi teladan yang baik. Biarkan anak-anak melihat Anda mengekspresikan perasaan Anda secara jujur dan sehat. Anak-anak belajar kekuatan emosional dengan mengamati bagaimana orang tua mereka menghadapi kegembiraan, kesedihan, atau ketakutan. Berbagi apa yang membuat Anda stres dan bagaimana Anda mengelolanya menunjukkan bahwa kerentanan adalah kekuatan, bukan kelemahan.
Penting untuk memahami bahwa perbedaan dalam ekspresi emosi antara laki-laki dan perempuan seringkali merupakan hasil dari aturan budaya, bukan perbedaan bawaan. Budaya seringkali memberi tahu anak perempuan untuk tidak marah dan anak laki-laki untuk tidak takut atau menangis. Asosiasi Psikologi Amerika (APA) bahkan menyarankan untuk mengajarkan anak laki-laki mengekspresikan emosi dan ketidakamanan mereka secara lebih terbuka. Ini sangat merusak cara kita menjaga pikiran tetap hadir dan sehat.
Menciptakan ruang aman untuk komunikasi terbuka di mana anak-anak merasa nyaman berbicara tentang apa pun, termasuk emosi mereka, tanpa dihakimi, sangat penting. Biarkan mereka tahu bahwa tidak apa-apa untuk merasa sedih, takut, atau rentan. Ini akan membantu mereka mengembangkan kecerdasan emosional yang kuat.
Menantang Stereotip Gender dan Peran Tradisional
Secara aktif menantang stereotip gender yang berbahaya dan menghindari pembagian peran yang kaku di rumah dapat membantu memutus siklus maskulinitas toksik. Stereotip berbahaya hadir di hampir setiap area kehidupan anak, mulai dari video game hingga ruang ganti. Penting untuk mengatasi pengaruh negatif ini dengan secara terbuka mengatakan kebenaran kepada anak-anak Anda.
Orang tua dapat menggunakan frasa yang memberdayakan untuk menantang narasi yang ada. Misalnya, Anda bisa mengatakan, “Menangis bukan hanya untuk anak perempuan. Itu untuk manusia.” Atau, “Kebaikan dan kekuatan berjalan beriringan.” Sampaikan juga bahwa, “Anda bisa menjadi tangguh sekaligus lembut,” dan “Menjadi kuat tidak berarti diam.” Pesan-pesan ini membantu membentuk pemahaman yang lebih luas tentang apa artinya menjadi seorang individu.
Penting untuk tidak mengarahkan anak laki-laki ke minat yang stereotipikal. Sebagai orang tua, salah satu peran kita adalah membantu anak muda mengidentifikasi bakat atau minat khusus mereka dan mencoba mendukung serta menumbuhkan rasa harga diri dan kepercayaan diri yang kuat. Jika putra Anda menyukai seni atau ingin mengejar karier keperawatan, biarkan dia tahu bahwa dia tidak kurang maskulin. Teman-teman yang memberi label atau menghakimi mungkin tidak menyadari bahwa mereka menumbuhkan sikap maskulin yang toksik.
Tidak ada yang namanya 'hal anak laki-laki' dan 'hal anak perempuan'. Selama mereka tidak menyakiti siapa pun dalam prosesnya, tidak ada yang salah dengan anak-anak yang merangkul diri mereka yang otentik. Jika seorang anak laki-laki ingin memakai tutu, biarkan dia. Jika seorang anak perempuan ingin berguling-guling di lumpur dengan bola sepak, biarkan dia. Ini adalah cara untuk menunjukkan bahwa minat tidak terikat pada gender.
Menjadi Teladan Perilaku Sehat dan Mengajarkan Rasa Hormat
Orang tua memiliki peran penting dalam menjadi teladan perilaku sehat dan mengajarkan rasa hormat, yang merupakan fondasi untuk memutus maskulinitas toksik. Membantu putra Anda menghindari sikap dan tindakan maskulin yang toksik dimulai di rumah, dengan orang tua meneladani perilaku yang ingin mereka dorong pada anak mereka. Pasangan harus berbagi pekerjaan rumah tangga secara setara, dan anak-anak harus berbagi tugas secara proporsional.
Hindari menugaskan tugas seperti mencuci pakaian atau membersihkan hanya kepada putri Anda, dan memotong rumput atau membuang sampah kepada putra Anda. Demonstrasikan tanggung jawab rumah tangga yang setara atau proporsional antara gender. Ini mengajarkan bahwa setiap anggota keluarga memiliki peran yang sama pentingnya dalam menjaga rumah tangga.
Mengajarkan persetujuan (consent) sejak dini adalah aspek krusial dalam membentuk individu yang menghormati orang lain. Jelaskan bahwa anak laki-laki Anda harus meminta izin untuk menyentuh orang lain, dan bahwa mereka juga memiliki hak untuk menolak jika mereka tidak ingin disentuh. Bantu putra Anda memahami persetujuan sebagai bagian dari interaksi yang sehat.
Selain itu, penting untuk mengatasi perilaku bermasalah sejak dini ketika Anda melihatnya pada anak-anak Anda. Ketika putra kita mencoba menyelesaikan masalah dengan tinju dan orang tua menganggapnya sebagai 'anak laki-laki memang begitu', atau ketika kita memberi tahu putri kita, 'oh, anak laki-laki itu hanya bersikap jahat karena dia menyukaimu', itu harus menjadi tanda bahaya besar. Tegur maskulinitas toksik ketika Anda melihatnya. Ingatlah, hubungan yang sehat dibangun di atas rasa saling menghormati, komunikasi, dan kesetaraan.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.