Kenapa Pelayan Restoran di Jepang Menolak Diberi Tip?

3 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Memberikan tip kepada pekerja restoran di Jepang bukan hal yang biasa. Sejumlah buku panduan wisata Jepang menyebutkan hal itu bisa dianggap tidak sopan atau menyinggung pemilik restoran.

Namun, salah satu jaringan restoran di Jepang mulai menerima kebiasaan itu karena semakin banyaknya wisatawan asing yang makan di sana. Jaringan restoran daging sapi potong Gyukatsu Motomura memasang kotak tip di dekat kasir tempat pelanggan membayar makanan. Kotak itu ditulisi pesan berbahasa Inggris "Kotak Tip. Terima kasih!!" Di dalamnya terdapat beberapa uang kertas dan logam, yang paling mencolok adalah uang kertas 1.000 yen atau Rp 112 ribu dan US$ 5 atau sekitar Rp 83.000.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gyukatsu Motomura mengatakan bahwa mereka melakukan hal ini sebagai respons terhadap semakin banyaknya pelanggan turis asing mencoba memberikan tip tunai langsung kepada pelayan restoran. Namun, berdasarkan hukum Jepang, pendapatan karyawan dari uang tip juga harus ada laporan pajaknya. Jadi, Gyukatsu Motomura memutuskan untuk memasang kotak tip sehingga dapat mengelola legalitas pelaporan terkait secara terpusat. "Kami melihat ini sebagai pengakuan atas upaya yang dilakukan oleh semua orang di restoran," kata juru bicara perusahaan pengelola Gyukatsu Motomura, seperti dikutip Soranews2413 Mei 2025.

Tip jadi Kontroversi

Pemasangan kotak tip itu ternyata menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat lokal Jepang. Sebagian menyetujuinya sebagai salah satu upaya untuk meraup keuntungan dari ledakan pariwisata internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, sekelompok warga yang lain mengungkapkan kekhawatiran kebiasaan memberi tip itu dapat memengaruhi budaya bersantap di Jepang. Bagaimana bisa?

Saat ini, restoran di Jepang tidak mengharapkan atau bergantung pada tip. Hal ini beda dengan restoran-restoran di Amerika Serikat dan Eropa yang mengharuskan tip, bahkan memiliki standar 15-20-persen dari total harga makanan.

Di Jepang, restoran menawarkan upah pekerja yang cukup tinggi sehingga mereka tidak lagi memerlukan uang dari tip. Menjadikan tip sebagai kebiasaan restoran Jepang dianggap berpotensi mengganggu keseimbangan bisnis restoran. Jika pelayan mendapat penghasilan tambahan dari tip, pengusaha mungkin merasa tidak perlu lagi menawarkan gaji pokok tinggi seperti sebelumnya. Sebaliknya, jika cukup banyak restoran yang memperkenalkan tip sambil mempertahankan gaji pokok yang tidak berubah, restoran tanpa sistem tip perlu menaikkan gaji pokok mereka untuk mengamankan pekerja. Karena pemilik restoran tidak mungkin menanggung biaya tambahan tersebut, biaya tersebut mungkin akan dibebankan kepada konsumen dengan harga makanan yang lebih tinggi.

Wisatawan asing yang melihat kotak tip mungkin bisa keliru menafsirkannya sebagai tanda bahwa pemberian tip diharuskan. Ini bisa memperlebar jurang antara turis dan pengunjung lokal. Pengunjung lokal khawatir ini menjadi budaya. Mereka harus memilih antara mengikuti kebiasaan asing yang mahal atau merasa bersalah, atau setidaknya malu, karena hanya membayar harga sesuai yang terdaftar di menu. 

Kapan Memberi Tip di Jepang? 

Situs resmi organisasi pariwisata Jepang, japan.travel, menyebutkan bahwa praktik pemberian tip di Jepang berbeda dengan di banyak negara lain. Di Jepang, memberi tip untuk layanan seperti yang disediakan di bar, kafe, restoran, taksi, dan hotel bukanlah hal yang umum.

Namun, ada kebiasaan di Jepang untuk memberi tip, yang disebut "kokorozuke" (datang dari hati), dalam beberapa situasi yang dianggap pantas, misalnya jika pelancong menggunakan pemandu atau juru bahasa pribadi yang terbiasa dengan praktik di luar negeri, mereka mungkin menerima tip sebagai tanda terima kasih. Perlu dicatat bahwa pemberian tip tidak diharapkan dan harus dilakukan secara diam-diam, bahkan dalam kasus ini. Jika memutuskan untuk memberi tip, biasanya pelancong memasukkannya ke dalam amplop. 

Read Entire Article
Parenting |