Langkah Dedi Mulyadi Kirim Anak ke Barak Dinilai Tak Sesuai Prinsip Perlindungan Anak

4 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Aliansi PKTA) menilai upaya Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirimkan siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer melanggar hak-hak anak. Tak hanya itu, aliansi juga berpendapat tindakan Dedi Mulyadi bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perlindungan anak dalam hukum nasional dan internasional.

Menurut aliansi anti-kekerasan terhadap anak ini, perbuatan menyimpang anak tidak serta merta merupakan keputusan yang diambilnya sendiri, melainkan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti keluarga, pendidikan, lingkungan, hingga teman sebaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Intervensi terhadap anak semestinya memperhatikan faktor penyebab sikap anti sosial yang cenderung kompleks,” tutur Aliansi PKTA, dikutip dari keterangan resmi pada Ahad, 4 Mei 2025.

Aliansi menilai penempatan anak di barak justru akan melabelisasi anak sebagai anak nakal. “Ini sangat berbahaya karena akan menimbulkan stigma negatif terhadap anak,” kata mereka.

Koalisi memaparkan, pendisiplinan anak dengan pendekatan militer melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 13 ayat (1) telah menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Kebijakan itu juga dinilai melanggar UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengedepankan pendekatan keadilan restoratif. Pendekatan tersebut untuk menghindari anak dari proses yang menstigmatisasi serta agar anak dapat kembali ke masyarakat.

“Anak yang sebenarnya masih dalam tahap perkembangan psikososial seharusnya menerima perlindungan khusus seperti layanan rehabilitasi psikologis, bukan perlakuan yang memperburuk kondisi mentalnya,” kata koalisi.

Pendekatan militeristik seperti yang dicanangkan Dedi Mulyadi dianggap bertentangan dengan semangat Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Keppres tersebut mengimbau negara untuk mengambil langkah yang layak untuk melindungi anak dari kekerasan fisik ataupun mental.

Aliansi menyebut solusi yang tepat terletak pada pengembalian anak kepada orang tua, lingkungan, dan pendidikan sebagai elemen yang memegang tanggung jawab atas anak. Kemudian penguatan, pembenahan, dan perlindungan dengan menjunjung kepentingan anak juga harus dikedepankan agar anak dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan yang suportif dan positif.

Menurut mereka, salah satu mekanism penguatan sistem pendampingan keluarga bisa dilakukan melalui program Pusat Pembelajaran Keluarga atau Puspaga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Program tersebut dapat dimanfaatkan untuk pelatihan-pelatihan bagi orang tua dan mengajarkan intervensi yang ramah anak.

Koalisi itu pun mengatakan pemerintah pusat perlu menghentikan kebijakan pengiriman siswa yang dianggap bermasalah ke barak militer. Mereka menyatakan pendidikan disiplin ala militer bukan untuk anak. Aliansi meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menginstruksikan jajaran pemerintah pusat dan daerah mengambil langkah ramah anak dalam mengatasi permasalahan siswa yang berperilaku menyimpang.

Gagasan Dedi Mulyadi mengenai pendidikan karakter ala militer bagi siswa bermasalah mulai direalisasikan sejak Kamis, 1 Mei 2025. Purwakarta dan Bandung menjadi dua wilayah pertama yang menjalankan program pembinaan karakter semi-militer yang melibatkan TNI itu.

Sedikitnya 69 pelajar sudah dikirim ke barak militer. Dedi Mulyadi mengatakan kriteria anak yang disertakan dalam pendidikan semi-militer tersebut dimulai dari jenjang sekolah menengah pertama. Secara spesifik, anak-anak yang dikirim ke barak ialah yang perilakunya sudah mengarah pada tindakan kriminal dan yang orang tuanya sudah tidak memiliki kesanggupan untuk mendidik.

Read Entire Article
Parenting |