Fimela.com, Jakarta Setiap orangtua tentu ingin anak tumbuh dalam lingkungan yang positif dan memiliki teman-teman yang memberi pengaruh baik. Namun dalam kenyataannya, tak semua pertemanan berjalan sesuai harapan. Ketika anak berteman dengan seseorang yang dinilai “tidak cocok” atau berisiko memberi dampak buruk, sehingga, wajar jika muncul dorongan untuk membatasi atau bahkan melarang pergaulan tersebut.
Meski niatnya adalah untuk melindungi, melarang anak berteman bukanlah keputusan yang bisa diambil secara sembarangan. Langkah tersebut bisa saja menimbulkan efek yang tak diinginkan, mulai dari konflik, ketegangan emosional, hingga rusaknya komunikasi antara anak dan orangtua. Di usia tertentu, anak juga cenderung merasa ingin lebih mandiri dan tidak suka dikekang.
Lalu, bagaimana sebaiknya orangtua menyikapi pertemanan anak yang dianggap kurang sehat? Apakah perlu langsung dilarang, atau cukup diawasi dan diarahkan saja? Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai pertimbangan yang perlu dipahami orangtua sebelum mengambil keputusan terkait pergaulan anak—dilansir dari berbagai sumber termasuk psychologytoday.com.
1. Larangan Bisa Memicu Pemberontakan
Melarang anak secara langsung sering kali justru menimbulkan efek sebaliknya. Menurut pakar psikologi, semakin anak merasa dikekang, semakin besar pula keinginannya untuk melawan. Anak bisa menjadi tertutup atau bahkan sengaja tetap menjalin pertemanan tersebut tanpa sepengetahuan orangtua.
Agar hal ini tidak terjadi, orangtua disarankan membangun komunikasi yang terbuka. Ajak anak berdiskusi, dengarkan pendapat mereka, dan sampaikan kekhawatiran tanpa menyudutkan atau menghakimi.
2. Anak Perlu Belajar Menilai Teman Sendiri
Pertemanan adalah bagian dari proses belajar bersosialisasi. Jika orangtua terlalu sering ikut campur, anak bisa kesulitan mengembangkan kemampuan menilai karakter orang lain. Pengalaman sosial—termasuk pertemanan yang tidak selalu berjalan baik—merupakan bagian penting dari tumbuh kembang anak.
Daripada menentukan siapa yang boleh atau tidak dijadikan teman, orangtua bisa membekali anak dengan nilai-nilai penting, seperti integritas, rasa hormat, dan batasan dalam pergaulan.
3. Fokus pada Pengaruh, Bukan Label "Teman Buruk"
Alih-alih langsung memberi label "teman buruk", cobalah untuk memperhatikan dampaknya terhadap anak. Apakah anak jadi lebih mudah marah? Apakah nilai sekolahnya menurun? Atau justru ia merasa lebih percaya diri?
Memfokuskan perhatian pada perubahan perilaku anak jauh lebih efektif dibanding menilai teman-temannya dari asumsi pribadi. Dengan begitu, orangtua bisa mengajak anak berdiskusi secara lebih objektif.
4. Bangun Rasa Percaya, Bukan Rasa Takut
Ketika anak merasa dipercaya, mereka akan lebih terbuka terhadap orangtuanya. Sebaliknya, jika selalu dicurigai atau dilarang, anak mungkin memilih untuk menyembunyikan hal-hal yang mereka alami—termasuk soal pertemanan.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk menciptakan hubungan yang hangat dan suportif. Tunjukkan bahwa orangtua selalu siap mendengarkan, tanpa langsung menghakimi atau memarahi.
5. Jika Harus Membatasi, Lakukan dengan Pendekatan yang Lembut
Ada kondisi tertentu yang memang memerlukan pembatasan, misalnya jika anak terlibat dalam pertemanan yang membahayakan, seperti bullying, kekerasan, atau pengaruh negatif yang serius. Namun, cara menyampaikannya tetap perlu diperhatikan.
Libatkan anak dalam diskusi. Jelaskan alasan kekhawatiran orangtua secara tenang dan ajak anak mencari solusi bersama. Hindari tindakan melarang secara sepihak yang dapat membuat anak merasa disalahkan atau dikendalikan.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.