Fimela.com, Jakarta Ada luka yang tidak tampak di permukaan, tetapi terus memengaruhi cara kita memandang diri sendiri dan dunia di sekitar kita. Luka itu tidak selalu lahir dari peristiwa besar, melainkan bisa dari hal-hal sederhana yang diabaikan saat kecil, yang tidak merasa cukup dicintai, tidak merasa aman, atau bahkan tidak mendapat validasi atas perasaan sendiri.
Marissa Anita, melalui salah satu twitnya di X, menekankan bahwa banyak orang tumbuh tanpa rasa aman atau kasih sayang yang cukup di masa kanak-kanak. Ia mengingatkan bahwa masa dewasa bisa menjadi ruang penyembuhan baru, tempat kita belajar memberi diri kita sendiri apa yang dulu tidak kita dapatkan. Proses inilah yang dikenal sebagai reparenting, seni menjadi “orang tua baru” bagi diri sendiri dengan kasih sayang, penerimaan, dan kepedulian.
Menemukan Jalan Baru lewat Reparenting
Di dalam diri setiap orang ada seorang anak kecil yang masih hidup, yang kadang ceria, kadang terluka. Anak kecil itu bisa muncul lewat rasa takut gagal yang berlebihan, kecenderungan mencari validasi, atau bahkan perasaan bersalah tanpa alasan yang jelas. Ia adalah inner child, bagian dari diri kita yang menyimpan jejak pengalaman masa kecil, baik yang indah maupun yang menyakitkan. Sayangnya, tidak semua orang tumbuh dengan rasa aman atau dicintai sepenuhnya.
Ketika kebutuhan dasar itu tidak terpenuhi, jejaknya terbawa hingga dewasa dan memengaruhi cara kita menjalani hidup. Di sinilah reparenting menjadi penting, yaitu sebuah proses belajar menjadi orang tua baru bagi diri sendiri atau pengasuhan ulang di usia dewasa , yang memberi perhatian, kasih sayang, dan validasi yang dulu mungkin tidak kita dapatkan. Dengan merawat inner child, kita membuka jalan untuk penyembuhan, pertumbuhan, dan menemukan kembali keutuhan diri.
Reparenting bukan proses sekali jadi, melainkan ebih mirip perjalanan panjang dengan banyak perhentian: refleksi, latihan, kegagalan, lalu mencoba lagi. Hanya saja, setiap langkah kecil berarti satu hal besar, yaitu kita sedang memilih untuk hidup dengan lebih sadar dan penuh kasih.
Mengutip buku Healing Is The New High karya Vex King, reparenting biasanya diajarkan kepada para orangtua karena itu cara merawat diri sebagai orang dewasa sekaligus mengasuh anak-anakmu, dan untuk mengatasi trauma masa kecil sehingga kamu tidak mewariskannya ke anak-anakmu. King meyakini bahwa proses reparenting ini dapat bermanfaat bagi semua orang, baik orangtua maupun bukan.
Dr. Art Martin, penulis buku ReParenting Yourself, menuliskan secara mendetail bagaimana kita dapat mengidentifikasi penolakan yang dialami di masa kecil dan bagaimana hal itu memengaruhi cara bereaksi saat dewasa. Pola-pola lama itu sering hadir tanpa kita sadari, seperti ketakutan ditolak, rasa tidak cukup, hingga kecenderungan menghakimi diri sendiri.
Sahabat Fimela, inilah mengapa reparenting begitu penting. Bukan sekadar wacana psikologi, melainkan sebuah jalan untuk membentuk ulang relasi kita dengan diri sendiri agar lebih sehat dan penuh kasih.
Mengurai Pola Lama yang Membelenggu
Banyak keyakinan membatasi yang kita bawa sejak kecil masih hidup hingga dewasa. Perasaan “aku tidak cukup baik”, rasa bersalah yang tak jelas ujungnya, atau ketakutan besar terhadap kegagalan sering kali adalah suara lama dari inner child yang belum sembuh.
Reparenting membantu kita menyoroti suara itu dengan penuh kesadaran, lalu menggantinya dengan respons yang lebih sehat. Misalnya, saat pikiran berkata “Aku gagal”, kita belajar mengubahnya menjadi “Aku sedang belajar dan berkembang”. Kalimat sederhana ini mampu membentuk cara baru dalam memperlakukan diri sendiri.
Seiring waktu, latihan ini membuat otak dan hati terbiasa membangun pola positif yang mendukung pertumbuhan diri. Kita tidak lagi berjalan dengan beban keyakinan lama, tetapi dengan langkah lebih ringan dan percaya diri.
Menyentuh Kembali Sukacita Anak Kecil
Terapis pemulihan Cathryn Taylor dalam The Inner Child Workbook menyebutkan enam langkah pengasuhan ulang, dimulai dengan mengidentifikasi rasa sakit masa kecil, merasakannya, memahami asalnya, lalu melepaskan diri darinya. Tahap akhir adalah membiarkan diri kembali merasakan sukacita sederhana seperti anak kecil.
Proses ini bukanlah perjalanan singkat. Kadang kita perlu melewati lapisan rasa marah, sedih, atau kecewa sebelum menemukan rasa lega. Walau demikian, di balik itu ada hadiah besar: kemampuan menikmati hidup dengan ringan, sama seperti seorang anak yang bisa tertawa tanpa beban.
Dengan reparenting, kita tidak sekadar menyembuhkan luka, tetapi juga menghidupkan kembali sisi polos yang membawa rasa ingin tahu, keberanian, dan kegembiraan.
Membuat Ruang Aman untuk Diri Sendiri
Reparenting juga berarti menciptakan lingkungan yang aman bagi diri sendiri. Lingkungan ini bisa berupa batasan sehat dalam relasi, waktu istirahat yang dihormati, hingga memilih orang-orang yang mendukung pertumbuhan.
Ketika kita menetapkan batasan, sebenarnya kita sedang berkata pada diri sendiri: “Aku layak dihormati.” Tindakan sederhana ini memperkuat harga diri dan meneguhkan identitas yang sehat, bukan lagi sekadar reaksi dari trauma masa kecil.
Dengan lingkungan yang aman, kita punya ruang untuk bereksperimen, gagal, mencoba lagi, dan berkembang. Inilah bentuk cinta yang paling nyata bagi inner child: kesempatan untuk tumbuh tanpa rasa takut.
Melatih Afirmasi dan Kasih Sayang Sehari-hari
Proses reparenting tidak hanya berlangsung di ruang terapi atau buku catatan refleksi. Ia juga hadir dalam rutinitas harian melalui afirmasi, meditasi, atau momen kecil memberi pelukan batin pada diri sendiri.
Kita bisa mulai dengan kalimat sederhana setiap pagi: “Aku berharga. Aku layak dicintai.” Walaupun terdengar singkat, kata-kata ini melatih hati untuk percaya bahwa kita pantas menerima kebaikan.
Vex King menekankan pentingnya memperlakukan diri seperti anak kecil yang butuh pelukan, pengertian, dan validasi. Dengan begitu, kita perlahan memberi ruang bagi luka lama untuk sembuh, bukan lagi menjadi luka yang diwariskan.
Menemukan Versi Diri yang Lebih Berdaya
Lebih dari sekadar penyembuhan, reparenting adalah jalan untuk menemukan versi diri yang lebih utuh. Kita tidak lagi hidup hanya sebagai hasil dari pengalaman masa kecil, tetapi sebagai individu dewasa yang mampu memilih respons baru.
Ketika inner child dirawat dengan kasih sayang, identitas diri tumbuh lebih kuat. Kita belajar melihat hidup dengan rasa syukur, mampu merayakan keberhasilan kecil, dan lebih mudah menerima ketidaksempurnaan.
Sahabat Fimela, inilah kekuatan reparenting, proses ini bsia membawa kita pada titik di mana kita bukan hanya menyembuhkan luka, tetapi juga menciptakan hidup yang penuh cinta, berdaya, dan layak dirayakan.
Inner child di dalam diri bukanlah bagian yang harus dilupakan, melainkan sisi yang layak dipeluk. Saat kita merawatnya dengan kasih sayang, kita memberi hadiah berharga untuk diri sendiri: kedamaian batin yang sejati.
Dan ketika kedamaian itu tumbuh, dunia luar pun terasa lebih ramah. Karena yang paling penting bukan seberapa sempurna masa kecil kita dulu, melainkan bagaimana kita memilih merawat diri sekarang.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.