Fimela.com, Jakarta Setiap orang tua tentunya ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan beretika baik. Namun, mendisiplinkan anak seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi banyak orang tua. Saat menghadapi balita yang berteriak hingga remaja yang marah, orang tua refleks mendisiplinkan anak dengan menggunakan nada tinggi dan emosi. Padahal, bukannya berhasil mendidik anak, malah meninggalkan luka emosional pada anak.
Perlu diketahui bahwa anak meniru cara orang tua menanggapi situasi sehari-hari. Jika orang tua menanggapi kesalahan anak dengan bentakan atau emosi, anak justru akan merasa takut dan tertekan, bukannya menyadari alasan di balik itu. Kalau begitu, apa yang harus orang tua lakukan untuk mendisiplinkan anaknya? Nyatanya, pendekatan yang lebih tenang dan penuh kasih dapat membuat anak belajar disiplin secara bertahap sekaligus merasa dihargai.
Pola asuh dan didikan orang tua akan sangat berpengaruh pada hubungan positif orang tua-anak serta kehidupan sehari-hari anak. Berikut ini FIMELA merangkum tips-tips jitu yang dapat diterapkan untuk mendisiplinkan anak, tanpa emosi, marah-marah, maupun bentakan. Yuk, simak sahabat FIMELA!
Ucapkan Hal-Hal Positif pada Anak
Banyak orang tua seringkali berfokus pada perilaku buruk anak dan menegurnya. Anak yang menganggap bahwa kesalahan mereka adalah cara untuk menarik perhatian orang tua, sehingga mereka akan cenderung mengulangi perilaku buruk alih-alih menghentikannya. Layaknya naluri manusia, anak juga senang dengan pujian. Mereka akan merasa sangat dicintai dan dihargai ketika diberikan pujian, sekalipun itu hanya hal-hal sepele. Orang tua dapat mulai membangun hubungan yang positif dengan memuji anak atas hal-hal baik yang dilakukannya sehari-hari. Selain itu, saat anak melakukan kesalahan, berhati-hatilah dalam mengucapkan sesuatu. Jangan mengucapkan kata-kata kutukan karena akan sangat membekas dalam diri anak. Sebaliknya, coba ubah kata-kata menjadi kata-kata positif yang mendorong anak untuk dapat berubah.
Tetapkan Aturan yang Jelas dan Konsisten
Anak akan lebih mudah memahami disiplin jika peraturan yang berlaku di rumah jelas dan tidak berubah-ubah setiap waktu. Tetapkan ekspektasi aturan yang jelas, misalnya seperti jam tidur, waktu belajar, waktu mandi maupun makan. Konsistensi adalah hal yang penting agar dapat membangun kebiasaan anak. Jika orang tua tidak konsisten dan sering berkompromi dengan aturan yang sudah ditetapkan, anak akan merasa aturan tersebut tidaklah serius. Perlu diperhatikan, tetapkan juga aturan secara realistis dan bertahap, jangan mengharapkan anak akan berubah secara instan.
Tetapkan Konsekuensi yang Logis
Disiplin tidak harus berbentuk hukuman keras. Anak akan lebih memahami disiplin jika orang tua menggunakan konsekuensi yang sesuai dengan tindakan anak. Misalnya, jika anak menumpahkan makanan karena bermain-main, konsekuensinya adalah ia harus membersihkannya. Dengan adanya hubungan sebab-akibat yang jelas, anak akan menyadari perilakunya yang salah dan tidak mengulanginya lagi. Berbuat salah adalah bagian dari pertumbuhan, anak belajar mengalami kegagalan untuk mengetahui apa yang akan terjadi setelahnya. Oleh karena itu, alih-alih konsekuensi berat, tetapkan konsekuensi yang logis.
Berikan Teladan yang Baik
Pada masa pertumbuhan, anak akan lebih cepat meniru tindakan orang tua dibandingkan mendengar ceramah panjang. Jika orang tua berharap anak dapat disiplin, orang tua harus mencontohkannya terlebih dahulu. Tunjukkan kebiasaan-kebiasaan baik, seperti merapikan barang setelah digunakan, makan tanpa menggunakan gadget, atau mengendalikan emosi saat marah.
Mendisiplinkan anak tanpa marah-marah memang merupakan sebuah tantangan. Biasanya emosi dan bentakan selalu refleks keluar dari mulut orang tua. Padahal, cara tersebut adalah cara yang kurang tepat untuk mendisiplinkan anak. Dengan konsistensi, keteladanan, apresiasi, dan konsekuensi yang logis, orang tua tetap dapat mendidik anak tanpa amarah kok.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.